Selasa, 31 Januari 2012

BIOGRAFI AL-QUSHAYRI (Inspirator Al-Ghazali Dalam menulis Ihya' Ulumuddin)>



A.    Sejarah Kehidupan al-Qushayri>

Melacak latar belakang kehidupan seorang intelektual, baik secara pribadi atau dalam konteks sosio-politik tentu sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar kita mampu menemukan gambaran yang tepat berkaitan dengan fungsi-fungsi intelektual yang disodorkannya ke wilayah publik. Kajian ini sangat penting karena produk pemikiran yang dilahirkan seorang intelektual akan menemukan jaringan signifikansinya sebagai hasil relasi dialogis-dialiktis antara pemikir dan kondisi sosio-politik yang ada. Pelacakan biografis dan sosio-politik intelektual, juga membuktikan, sejauh mana seorang intelektual menjadi pelayan dari semua aktualitas yang terjadi di masyarakat.    


1.      kehidupan keluarga

            Al-Qushayri> bernama lengkap Abd. Kari>m bin Khawa>zin bin Abd. Malik bin T}alhah bin Muhammad al-Qushayri. Al-Qushayri> mempunyai banyak nama panggilan, diataranya Abu> al-Qa>sim, al-Naisaburi>[1], al-Qushayri>, as-Shafi’i>,[2] dan al-Istiwa>’. Nama-nama ini dinisbatkan pada beliau seperti al-Qushayri>, yang menurut Abd. Kari>m al-Sam'ani>, berasal dari Marga Sa’ad al-A>shirah al-Qaht}aniyah,[3] mereka adalah sekelompok manusia yang tinggal di pesisiran Hadramaut. Sedangkan dalam kitab Mu’jam al-Qaba>ili li Arab, disebutka bahwa al-Qushayri> adalah putra Ibn Ka’ab bin Rabi>’ah bin Amir bin Sha’ Sha’ah bin Mu'a>wiyah bin Bakr bin Hawa>zin bin Mansu>r bin Ikrimah bin Qa>is bin 'Ailan[4]. Dari sinilah lahir keturunan yang akan menjadi sesepuh klan-klan baru yang salah satunya adalah al-Qushayri> yang merupakan pelopor dari orang-orang yang interest terhadap Islam. Kelompok ini memasuki wilayah Khurasan di zaman pemerintahan Bani Umayyah dan terlibat dalam beberapa pertempuran, termasuk penaklukan kota Sham dan Iraq. Dari keturunan kelompok ini juga ada yang menjadi penguasa kota Khurasan dan Naisapur, sementara yang lain merintis kehidupan baru di Andalusia Spanyol[5]. 
            Al-Qushayri> dilahirkan di kota Ustuwa> pada bula Rabi>ul Awa>l tahun 376 H./ 986 M., dan wafat ketika mencapai umur 87 tahun, yaitu pada hari Ahad 16 Rabi>ul Awa>l 465 H./1073 M. Di Naisabur, Jenazah al-Qushayri> di makamkan di sisi makam gurunya yaitu Abu> Ali> al-Daqa>q.[6]
            AL-Qushayri> menjadi yatim ketika masih kecil, sehingga masalah perawatannya diserahkan pada kepada Abu> al-Qa>shim al-'Alima>ni>, seorang sahabat karib ayahnya, kepadanyalah al-Qushayri> belajar Bahasa dan sastra Arab dasar.[7]
 Setelah beranjak dewasa dan matang dalam keilmuannya al-Qushayri> diambil menantu oleh guru spritualnya yaitu Abu> Ali> al-Daqa>q[8], dikawinkan dengan putrinya yang bernama Fa>timah.[9] Dari perkawinan inilah lahir enam orang putra dan seorang putri, yang kesemuanya adalah ahli ibadah, mereka adalah:
1.      Abu> Said Abd. Alla>h.
2.      Abu> Said Abd. Wahi>d.
3.      Abu> Mansu>r Abd. Rahma>n.
4.      Abu> Nashr Abd. Rahi>m.
5.      Abu> Fa>tih Ubaidilla>h.
6.      Abu> Mudaffa>r abu> al-Mun’im, dan seorang putri.
7.      Ummah  al-Kari>m.

2.      Belajar dan Mengajar
            Pada masa ketika al-Qushayri> masih kecil, kondisi pemerintah tidak berpihak pada rakyat, para penguasa dan staf-stafnya berlomba memperberat tingkat punggutan pajak. Hal ini sangat mempengaruhi pertumbuhan jiwa al-Qushayri>, sehingga al-Qushayri> berangkat ke Naisapur untuk belajar berhitung yang berkenaan dengan perpajakan,[10] al-Qushayri> berharap ketika pulang nanti ia bisa menguasai peran pengelolahan pajak yang akan diproyeksikan sebagai bentuk pungutan yang tidak memberatkan pada masyarakat.
            Naisabur pada saat itu sebagai ibukota Khurasan dan menjadi tempat para ulama, penyair, dan para pengarang[11]. Di kota inilah al-Qushayri> belajar, guru-gurunya yang terkenal diantaranya adalah Abu> Bakr Muhammad al-T}usi>[12], Ibn Fura>k[13], al-Asfarayini>[14], al-Sulami>[15], Abu> al-Abbas[16], dan Abu> al-Mansu>r[17], kepada merekalah al-Qushayri> belajar ilmu-ilmu lahir, seperti Fiqh, Us}u>l Fiqh, dan ilmu Kalam. Sehingga pada suatu hari al-Qushayri> bertemu dengan seorang Shaikh yang sangat alim yaitu, Abu> Ali> al-Hasan bin Ali> al-Naisabur, dan lebih dikenal dengan Abu> Ali> al-Daqa>q.[18] al-Qushayri> ketika pertama kali mendengar fatwa dari al-Daqa>q sudah merasa kagum padanya, perasaan ini juga dialami oleh al-Daqa>q, yang merasa bahwa al-Qushayri> adalah seorang murid yang cerdas dan brilian. Dengan modal inilah al-Daqa>q bermaksud untuk mengajari al-Qushayri> dengan berbagai disiplin keilmuan terutama dalam berhubungan dengan Tuhan.[19] al-Daqa>q mengajarkan bagaimana pentingnya menjadi seorang hamba yang baik yang mempunyai hubungan yang harmonis antara Tuhan dan manusia, kenyataan ini telah membuat al-Qushayri> mencabut cita-citanya untuk ikut andil dalam pemerintahan, dan memilih T}ari>qah sebagai garis perjuangannya.
Al-Qushayri> merasa pertemuannya dengan al-Daqa>q bukan sebuah kebetulan tapi merupakan suatu anugerah dari Alla>h, al-Qushayri> merasakan sesuatu yang berbeda dari apa yang pernah ia dengar dari guru-gurunya yang lain, hal inilah yang memantapkan hatinya untuk berguru pada al-Daqa>q.
Dari al-Daqa>q, al-Qushayri> mengambil mata rantai pertama dalam perjalanan tarekat sufi.[20] Ketekunanya dalam belajar telah membuat al-Daqa>q sangat kagum padanya sehingga pada umur tiga puluh tahun al-Qushayri> dipercaya untuk memberikan materi atau mengajar di Masjid kota di Naisabur seminggu sekali, dan pada saat inilah al-Qushayri> sering mewakili al-Daqa>q pada hari-hari sang guru tidak bisa hadir[21]
Dalam memberikan pelajaran al-Qushayri> juga memakai sistem Majlis Imla>(pengajaran dengan memakai metode pendektean). Metode ini dipakai untuk mengajarkan ilmu Hadi>th di Baghdad pada tahun 432 H./1040 M., namun pada tahun 455 H./ 1063 M., al-Qushayri> menghentikan kegiatannya dan pulang ka Naisabur. Selain itu al-Qushayri> membantu sang guru di Masjid dengan membentuk Majlis Dzikir, sebuah sarana untuk belajar ilmu tas}awu>f. Abu> Hasan Ali> bin Hasan al- Bakhirizi yang hidup di tahun 462 H. / 1070 M. Sering menyebut-nyebut kehebatannya, bahkan memujinya dengan sanjungan yang amat istimewa. Ia berkata, “seandainya sebuah batu cadas diketuk dengan “tongkat nasehatnya” niscaya akan meleleh dan menangis, dan andai Iblis tetap aktif mengikuti majlisnya, niscaya ia akan bertaubat”. Ungkapan ini amat mengesankan seakan mengambarkan keilmuan dan kematangan pribadi al-Qushayri> yang sangat agung[22].
Al-Qushayri> adalah seorang sufi sejati, murni dalam laku sejatinya, dan perjuangannya sangat tulus dalam mempertahankan ajaran tas}awu>f Sunni dari tas}awu>f yang banyak mengandung bid’ah. Hal ini dapat dilihat dari uraian yang tertulis dalam kitab al-Risa>lah, senada dengan ini seakan mengindikasikan bahwa ajaran tas}awu>fnya adalah Ash’ari> murni yang berusaha mempertahankan tas}awu>fnya seperti dalam kitab Shikayah Ahl al-Sunnah bi Hika>yati Nalahum Min al-Mihnah, yang berisi ajaran-ajaran murni kelomppok Ash’ari.                           

3.      Kehidupan Politik
Al-Qushayri> adalah sosok yang demokratis dan luwes sehingga banyak orang yang tertarik untuk berlama-lama dengannya. Hal inilah kemudian yang dimanfaatkan  sebagai modal utama untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pemerintah ini terbukti oleh ungkapan al-Subki, bahwa Alib Arselan al-Saljuki (W. 1072 M.) seorang penguasa Bani Saljuk sangat menghormati[23] al-Qushayri> bahkan kadang sifat hormat yang dicerminkan sangat berlebihan. Hal ini berlangsung pada tahun 455 H./1063 M. Di akhir usianya beliau menetap dipusat pemerintahan Arselan selama supuluh tahun dengan kedudukan yang terhormat, diagungkan dan ditaati, pada masa ini al-Qushayri> menduduki jabatan Wazir Agung[24]. Al-Qushayri> selalu dimintai pendapat tentang permasalahan agama terutama terkait dengan madhab Shafi’i>[25].
Hubungan al-Qushayri> dengan pihak pemerintah tidak saja yang beraliran Fiqh Shai’i> tapi lintas Madzhab-pun hubungannya tetap harmonis salah satunya dengan raja Mahmu>d dari Dawlah Ghazna>wiyah[26] yang beraliran Madhab Abu> Hanifah, tetap berjalan dengan baik. Hubungan ini menunjukan betapa piawainya dia melakukan pendekatan dengan pemerintah tanpa harus mengorbankan ideologinya.
Selain dengan pihak kerajaan yang bersifat nasional al-Qushayri> juga menjalin hubungan yang baik dengan Gubernur dan para menteri misal dengan Niza>m al-Mulk al-H}asan bin Ali> al-T}husi> (menjabat pada tahun 1018 M.), adalah seorang pejabat yang selalu menghadirkan para ulama dalam setiap sidang pemerintahannya, ia sangat menghormati al-Qushayri> sehingga setiap al-Qushayri> datang kesidangnya, Niza>m al-Mulk selalu menyambutnya dengan wajah yang riang dan menyambutnya seperti seorang raja[27]. 


4.      Fitnah al-Kubra
Kemasyhurannya yang semakin meluas sehingga menjadikannya sebagai publik figur sempat menjadikan rasa iri dan hasut di hati para ulama fiqh perkotaan. Kalangan ulama fiqh ini bahkan ada yang berusaha mencelakai beliau, belum lagi rencana terselubung untuk menghancurkan nama baik al-Qushayri>, dan merusak kesan-kesan positif yang telah menjadi kebanggaan para pengikut dan simpatisannya, posisi kehormatan yang telah tertanam di hati masyarakat diupayakan untuk dihancurkan, sehingga rencana–rencana gila pun akhirnya terealisasi dengan menyebarkan berita bohong dengan hasutan dan persepsi buruk pada masyarakat tentang al-Qushayri>. Hasil dari fitnah besar ini telah berdampak pengusiran al-Qushayri> dari tanah kelahirannya. Dalam kondisi tertekan sebagaimana diungkapkan oleh al-Subki, al-Qushayri> mengalami penderitaan yang berat, pengucilan, penghinaan, dan kesusahan yang datang silih berganti, tanpa alasan yang logis.[28]
Kelompok ahl fiqh yang membencinya banyak datang dari aliran Hanafi dan ulama-ulama Mu'tazilah[29] yang tergabung dengan para hakim pemerintahan bani Saljuk. Dengan segala upaya akhirnya mereka mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap al-Qushayri>, sekaligus melarang ajaran-ajarannya beredar luas di masyarakat bahkan lebih menyakitkan namanya selalu dikutuk di Masjid-masjid[30].
Akibat fitnah inilah para sahabatnya banyak yang memisahkan diri dan memutuskan tali persahabatan, kesatuan jama’ahnya pecah, dan sebagian besar meninggalkan al-Qushayri>, Majlis Tadzkir yang pernah diasuhnya diberbagai tempat dibubarkan. Hal ini dialami oleh al-Qushayri> selama lima belas tahun, dari tahun 440 H. Hingga 455 H. Dan pada pertengahan tahun inilah al-Qushayri> pindah ke Baghdad, sepuluh tahun kemudian ia ke T}us[31]. 
Ketika pada pemerintahan Thurghulbeg berakhir dan digantikan oleh Dinasti Abu> Suja>’, al-Qushayri> bersama sisa para pengikutnya kembali ke Naisabur. Kurang lebih sepuluh tahun dari masa kedatangannya, al-Qushayri> mengalami masa kejayaan. Para pengikut dan simpatisannya kembali ke Majlisnya, sehingga kebahagiaan senantiasa menyertainya.  

5.      Murid-Murid al-Qushayri>
Sebagai ulama yang kharismatik al-Qushayri> adalah seorang guru yang handal, ia mengajari murid-muridnya dengan tekun dan kasih sayang. al-Qushayri banyak sekali mempunyai murid, diantara murid-muridnya adalah[32]:
·        Abu> Bakr Ahmad bin Tha>bit, seorang penceramah dari Baghdad yang hidup tahun, 392-463 H, / 1002-1072 M.
·        Abu> Ibrahi>m Isma>il bin Husaini, meninggal tahun 531 H./ 1137 M.
·        Abu> Muhammad Isma>il bin Ali> al-Qa>s}im al-Gha>zi> an-Naisaburi.
·        Abu> al-Qa>s}im Sulayman bin Nashi>r bin Imran al-Ans}a>ri yang meninggal tahun 512 H./ 1118 M.
·        Abu> Bakr Shah bin Ahmad as-Shadiyakhi.
·        Abu> Muhammad Abd. Jabba>r bin Muhammad bin Ahmad al-Khiwa>ri.
·        Abu> Bakr bin Abd. Rahma>n bin Abd. Alla>h al-Bakhiri.
·        Abu> Muhammmad Abd. Alla>h bin At}a’ al-Ibra>himi al-Khiwa>ri.
·        Abu> Abd. Alla>h Muhammad bin Afd}al bin Ahmad al-Fira>wi 441-530 H./ 1050-1136 M.
·        Abd. Waha>b bin al-Shah Abu> al-Futu>h al-Shadiyakhi al-Naisaburi.
·        Abu> Ali> al-Fud}ail bin Muhammad bin Ali> al-Qas}ba>ni meninggal tahun 444 H./1052 M.
·        Abu> al-Fa>tih Muhammad bin Muhammad bin Ali> al- Khuzaimi>.    

6.      Jiwa Penyair
Al-Qushayri> sebagaimana dikatakan oleh al-Subki  adalah seorang ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu, termasuk bahasa, sastra, dan budaya. Karena itulah banyak yang bilang kalau al-Qushayri> adalah seorang sastrawan sekaligus penulis.[33]
Semenjak kecil al-Qushayri> telah belajar sastra dan gramatikal Arab. Ia banyak mengubah syair-syairnya secara improvisasi. Ali> al- Bakhrizi> sebagaimana dikutip oleh Ibra>hi>m Basu>ni banyak menulis karya-karyanya dalam kitab Damiyat al-Qas}ri> dan menjadi alasan untuk memujinya[34]. Meski begitu nilai kesufiannya tetap mengalahkan prestasi penyairnya dan keilmuannya yang lain. Syair-syair al-Qushayri> banyak membicarakan masalah kebatinan yang disusun dengan gaya bahasa yang lembut dan indah.   
Inilah salah satu syairnya yang termuat dalam T}aba>qat al-Sha>fi’iyah al-Kubra>.[35] 
Wahai dzat syukurku semakin berkurang
menghitung kekokoh-kokohan-Nya
dan lidah ini semakin kelu
menyebut keluhuran-keluhuran-Nya
Ada-Nya selalu tunggal
tanpa ada yang menyerupai
melalui waktu yang lalu
dan yang akan datang
tak ada masa yang membelakangi-Nya
tidak juga memaksa menyusul-Nya
tak ada penyingkapan yang menampaka-Nya
tidak pula penutup yang menyembunyikan-Nya
      tidak ada bilangan yang menghimpun-Nya
      tidak juga lawan yang mencegah-Nya
      tidak ada batas yang memangkas-Nya
tidak pula daerah yang melingkupi-Nya
tidak ada alam yang mampu manawan-Nya
tidak juga mata yang bisa melihat-Nya
di dalam alam was-was
tidak ada pengetahuan yang mampu menggambarkan-Nya
      keagungan-Nya meninggi
      sejak masa tak terhingga
      yang tidak mengenal ketergeseran
      juga tidak berubah
kerajaan-Nya abadi
tidak ada sesuatu yang mencukupi-Nya

Selain syair-syair yang termuat dalam kitab Thaba>qa>t al-Shafi'iyah  jiwa sastra al-Qushayri> juga dapat dilihat dalam beberapa kitabnya yang lain seperti dalam tafsirnya Lat}a>if al-Isha>ra>h, sebuah kitab tafsir dengan metode Isha>ri di mana setiap ayat al-Qura>n ia tafsirkan melalui ungkapan kiasan dengan kandungan majaz yang sangat tinggi[36]. al-Qushayri> dalam menafsirkan Lafadz Basmalah  pada setiap ayat, ia tafsirkan melalui ungkapan syair dengan prosa yang sangat indah, bahkan ia bedakan tafsiran lafadz Basmalah pada setiap surat dengan penafsiran yang berbeda-beda. Hal ini menunjukan bahwa ia adalah seorang seniman sufi sejati dengan wawasan keilmuan yang mumpuni..

B.     Karya al-Qushayri>

Al-Qushayri> selain memberi pelajaran di Majlis Ta'lim dan di Masjid kota, ia masih menyempatkan diri untuk berkarya. Dalam kesibukannya memberi pelajaran tidak lantas menyulitkan kreatifitas al-Qushayri>. Hal ini malah menjadikanya sebagai seorang ulama yang produktif, terbukti dengan banyaknya karya-karya tulisnya, yaitu:
1.      Ahka>m al-Shar’i.
2.      Adab al-S}u>fiah.
3.      al-Arba’u>n fi al-Hadith.[37]
4.      Istifad}ah al Murada>t.
5.      Bala>ghah al-Maqa>s}id fi> al-Tasawuf.
6.      at-Tahbi>r fi> Tadzki>r.
7.      Tarti>b al-Sulu>k fi> T}ari>q Alla>h Ta’a>la>.
8.      al-Tauhi>d al-Nabawi>.
9.       al-Tafsi>r fi> Ilm al-Tafsi>r.[38]
10.  al-Jawair.
11.  Haya>t al-Arwa>h dan al-Dali>l ila> T}ariq as-S}alah.
12.  Diwan al-Shi'ri>.
13.  adz-Dzikr wa-Adaki>r.
14.  al-Risa>lah[39]
15.  Sirat al-Mashayikh.
16.  Sharah Asma’ al-Husna>.
17.  Shikayah ahl Sunnah bi Hikayah ma> Nalahum min al-Mih}nah.[40]
18.  Uyu>n al-Ajwibah fi Us}ul al-As}ilah.
19.  Lat}a>if al-Isha>rah.[41]
20.  al-Fus}ul fi> Us}u>l.
21.  al-Luma>’ fi> al-I’tiqa>d.
22.  Maja>lis Abi> Ali> Hasan al-Daqa>q.
23.  al-Mi’ra>j.[42]
24.  al-Muna>jah.
25.  Manthuru al-Kita>b fi> Shuhu>d al-Alba>b.
26.  Nasikh al-Hadi>th Wa> Mansukhuhu.
27.  Nahw al-Qulu>b al-Shaghi>r.
28.  Nahw al-Qulu>b al-Kabi>r.
29.  Nuhat uli> al-Nuha>.
30.  al-Qas}idah al-S}u>fiyah.
31.  al-Fatawa>.
32.  al-Maqa>la>t al-Tha>lithah.
33.  al-Qulu>b al-Kabi>r
34.  Ahka>m al-Sama>
35.  al-Taysi>r fi> al-Tafsi>r.


C.    Latar Belakang Pemikiran Tas}awu>f

Al-Qushayri> adalah seorang guru sufi yang besar, berbagai karangannya mengarahkan pada tujuan sufi yang lurus dengan tujuan membebaskan manusia dari kesulitan memahami tas}awu>f; ia menghadirkan konsep tas}awu>f aliran sunni sebagai upaya menyelamatkan manusia yang ingin belajar ilmu tas}awu>f, dan kenyataanya hanya seorang bodoh.
            Dalam upayanya memurnikan tas}awu>f al-Qushayri> berusaha memaparkan konsep tas}awu>f aliran Ash'ari melalui salah satu kitabnya Shikayah ahl al-Sunnah bi Hika>yah ma> Nala>hum min al-Mihnah. Dalam buku ini al-Qushayri> memaparkan aliran teolog Ash'ariyah merupakan kajian yang sangat mendasar tentang ruh Isla>m[43], bahwa antara Shariat dan Hakikat saling terkait dan satu sama lain tidak bisa dipisahkan, konsep tas}awu>f nya berusaha memadukan antara tas}awu>f dan fiqh yang bertumpu pada al-Qura>n dan al-Hadi>th sehingga dapat  ditarik suatu kesimpulan bahwa dasar pemikiran tas}awu>f al-Qushayri> adalah, pertama, berusaha mengukuhkan keberadaan tas}awu>f sunni aliran Ash'ariyah. Kedua, pelurusan hubungan antara aqidah dan Shariah. Ketiga, menolak setiap bid’ah dalam dunia tas}awu>f yang bertentangan dengan hukum shariat, al-Qura>n dan al-Hadi>th.[44]Termasuk salah satu buah pemikiran taswuf dari al-Qushayri adalah kitab al-Risalah, dalam kitab ini al-Qushayri berusaha memaparkan konsep-konsep tasawufnya, termasuk tentang maqa>ma>t. Dalam perspektif al-Qushayri maqa>m tidak harus terurut sesuai dengan kondisi yang dialami oleh seorang sufi, ini terbukti dengan tidak beraturannya konsep maqa>ma>t yang diulas oleh al-Qushayri.  




                 
D.    Latar Belakang Penulisan Kitab Risa>lah al-Qushayri>yah
1.      Sejarah penyusunan
Secara terminologi, kata al-Risa>lah berarti suatu pembahasan, tema bahasan atau kajian.[45] Keberadaannya mungkin sebagai jawaban suatu pertanyaan, pemecahan suatu masalah, atau jalan keluar dialog kajian. Ukurannya (jumlah halaman dan ukuran kertas) terkadang kecil, seperti al-Risa>lah al-Qad}i> al-Fad}il milik Hasan al-Bas}ri, terkadang pula berukuran besar, seperti al-Risa>lah Ghufra>n milik al-Ma'a>ri>.
Al-Risa>lah ini oleh penyusunnya, Ima>m al-Qushayri> sengaja ditujukan kepada kelompok masyarakat yang berkecimpung dalam dunia tas}awu>f secara taklid, suatu kelompok yang mempraktekkan ajaran tas}awu>f tanpa pengetahuan tentang hakikat dasar-dasar t}ari>qah, mereka yang mengamalkan ritual sufistik di tengah kekeliruan-kekeliruan sebagaimana kaum yang mendakwakan diri sebagai kelompok sufi, atau di dalam kungkungan paham-paham sufistik yang seolah memiliki dasar keagamaan, tapi sebenamya tidak memiliki landasan hukum (Nash al-Qura>n dan al-Hadi>th), tapi pada akal, dan argumen.
Inilah salah satu permasalahan tiap madhab, pemikiran, dan t}ari>qah. Di antara pengikut-pengikut paham-paham itu, ada yang memperbaiki pemahaman dan pemaparannya, ada pula yang justru memperburuknya dengan berbagai tindakan amoral dan penyimpangan (bid'ah). Karena itu, kehadiran al-Risa>lah ini merupakan sebuah "teriakan" kebenaran yang murni, dan lahir dari hati yang diterangi cahaya cinta pada Alla>h dan Rasul-Nya, suatu kebenaran yang menerangi jalan Islam dan orang-orang yang menyalahgunakan ajaran tas}awu>f atau memang tidak mengerti tentang tas}awu>f, serta membukakan mata mereka tentang hakikat tas}awu>f dari sisi amalan, ruh, halusinasi, dan praktek ritual dalam Islam.
Ima>m al-Qushayri> bermaksud memberitahukan kepada mereka bahwa kebenaran yang sebenarnya bukan seperti yang mereka ketahui, tapi pengikut t}ari>qah yang sesungguhnya adalah mereka yang berjalan di atas dasar al-Qur'a>n dan al-Hadi>th, tidak keluar darinya, meski seujung jari. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan ulama salaf, baik dalam keimanan, aqidah, maupun praktek ritual.
Al-Risa>lah, juga dihadapkan pada kaum sufi untuk menjelaskan tentang hakikat t}ari>qah sekaligus beberapa penyimpangan dan kekeliruan; mempertegas kebenaran t}ariqah hingga mereka tidak sesat atau disesatkan. Sesungguhnya tas}awu>f bukan sesuatu yang bersifat tambahan atau pengadaan kandungan al-Qura>n dan al-Hadi>th, tetapi justru merupakan bentuk abstraksi konkrit tentang keagungan Islam yang selama itu tidak diperhatikan para ulama fiqh.
Sejarah Penyusunan al-Risa>lah dimulai tahun 438 H./1046 M. ketika al-Qushayri> memasuki usia 62 tahun, saat-saat di mana kematangan pemikiran seeorang mencapai puncaknya.[46]
Transkrip naskah (al-Risa>lah) tulisan yang didapati di Perpustakaan al-Asa>d, Damaskus, berjumlah sembilan naskah. Naskah-naskah tersebut antara yang satu dengan lainnya berbeda-beda, yaitu:
1.       Naskah pertama ini diawali dengan kalimat pujian pada Tuhan. Jumlah halamannya 187 lembar. Ukuran kertas perlembar relatif panjang, yaitu 18.23 cm. Setiap lembar memuat 20 baris dan setiap baris terdiri dari 12 kata. Lampiran catatan pinggirnya berukuran 2 cm. Sedangkan sejarah penulisannya pada hari Sabtu bulan Muharram tahun 595 H./1198 M. Naskah ini diperoleh dari wakaf al-Mura>diyah nomor 1445, tas}awu>f: 127.
2.       Naskah kedua, awal dan akhirnya seperti naskah pertama. Bilangan halamannya ada 159. Ukuran tiap halaman 22.12,5 cm. Tiap halaman memuat 31 baris dengan 9 kata untuk per baris. Lampiran catatan pinggimya berukuran 4,5 cm. Tinta berwarna hitam dan untuk kata-kata tertentu menggunakan tinta wama merah. Tulisannya jelas. Lembaran pertama dihiasi dengan tinta emas. Sejarah penulisannya pada hari Ahad 27 Zul al-Hijah 1128 H. / 1715 M. dengan nomor pustaka 4126.
3.       Naskah ketiga, awal dan akhirnya juga seperti naskah-naskah di atas. Jumlah halaman 153 lembar; ukuran tiap halaman 22,5x14,5 cm. Tinta warna hitam dan sebagian yang lain berwarna merah. Tulisan standar. Tiap baris memuat sepuluh kata. Penulisnya Hafidz Abd. Alla>h bin Ahmad Ali>. Waktu penulisannya pada tahun 1238 H./1822 M. dengan nomor pustaka 5145.
4.       Naskah keempat, pembuka dan penutupnya juga sama dengan naskah-naskah di atas. Halamannya berjumlah 315, ukuran perlembar 16,5x10,5 cm. Tiap lembar tersusun 18 baris dan tiap baris mengandung 9 kata. Ukuran lampiran catatan pinggirnya 1,5 cm. Tinta yang digunakan wama hitam, sebagian warna merah dengan ciri tulisan yang lazim dipakai. Nama penulisnya Uthma>n bin Muhammad bin Hami>d Shawfi bin Abd. Rahma>n. Tercatat pada hari Kamis tanggal 1 Juma>d al-Akhir tahun 1169 H./1755 M. dengan nomor pustaka 1412, tas}awu>f  94.
5.       Naskah kelima diawali kalimat seperti di atas dan ditutup dengan kata-kata:"...wa> min a>da>b al-muri>d>in..." Jumlah halamannya 151. Ukuran perkertas 23,5x15 cm. Tiap halaman memuat 27 baris dengan sepuluh kata tiap baris. Cacatan pinggir berukuran 1 cm. Tinta wama hitam dan sebagian wama merah. Tulisan naskhi yang dikerjakan oleh Yusuf bin Muhammad al-Ans}ari dengan nomor pustaka 8492.
6.       Naskah keenam ini awalnya yang asli sobek sehingga pembukanya diawali dengan kalimat: "...Ahl al--Sunnah Qa>lu>; Shart Shihhati al-Taubiah..." Halamannya berjumlah 293. Ukuran per lembar 11x16 cm. Tiap lembar memuat 12 baris dan tiap baris tersusun dari 6 kata. Catatan pinggirnya berukuran 2 cm. Tinta yang dipakai wama merah. Tulisan naskhi dengan nomor pustaka 1003.
7.       Awal dan akhirnya seperti naskah pertama. Jumlah halaman 2351embar. Ukuran kertas tiap lembar 16x25 cm. Tiap lembar memuat 21 baris dan tiap baris terdiri dari sepuluh kata. Catatan pinggirnya berukuran 6,5 cm. Tinta warna hitam dengan dilapisi warna biru. Tulisan naskhi. Lembaran pertama dihiasi tinta emas. Penulisnya Husin bin Muhammad al-Shahidi yang dilakukan pada tanggal 12 Dul Qa'dah, tahun 1270 H./ 1853 M. dengan nomor pustaka 7764.
8.       Awal dan akhir naskah kedelapan ini juga seperti yang pertama. Halamannya ada 274 1embar. Ukuran tiap lembar 13x20 cm dengan 15 baris untuk tiap lembar dan 13 kata dalam tiap baris. Catatan pinggirnya berukuran 3 cm. Tinta merah gelap, tulisan naskhi, masa punulisannya tangga126 Rajab 652 H./ 1254 M. dengan nomor pustaka 9721.
9.       Awal dan akhirnya juga sama dengan naskah yang tersebut di atas. Jumlah halamannya 190 lembar, ukuran per lembar lebih panjang dari lainnya: 25,5x16,5 cm dengan 23 baris untuk tiap lembar dan 10 kata tiap baris. Catatan pinggir berukuran 2,5 cm, tinta hitam, sedangkan untuk judul judul memakai tinta merah. Tulisan jenis naskhi yang dikerjakan oleh Ali> bin Abd. Ghaffa>r Ar-Rashidi al-Ash'ari; tertulis pada bulan Rabi'ul Akhir tahun 742 H./1341 M. dengan nomor pustaka 9581.[47]

2.      Edisi Kitab Risa>lah Qushayri>yah
a.       Terbitan al-Saniyah al-Khudaiwiyah, Bulaq, Mesir, tahun 1284 H. / 1867 M. Jumlah halaman 242, ukuran kertas per lembar 26x19 cm.
b.      Terbitan Bulaq, Mesir, tahun 1287 H./1870 M. dengan halaman 219.
c.       Terbitan Abd. al-Razaq, Mesir, tahun 1304 H./1886 M.; jumlah halaman 244 dengan ukuran kertas per lembar 24x16,5 cm.
d.      Terbitan al-Maymuniyah, Mesir, tahun 1350 H./1911 M. dengan halaman 186.
e.       Terbitan at-Taqaddu>m al-Ilmiyah, Mesir, tahun 1346 H.I 1927 M. dengan halaman 1861embar, per lembar berukuran 29x30 cm.; memiliki lampiran catatan pinggir yang ditulis Zakaria al-Ans}ari.
f.       Diterbitkan di Mesir (nama penerbit tidak diketahui) tahun 1358 H./1938 M., dengan halaman 20.
g.      Diterbitkan di Damaskus dalam satu jilid dengan 2 juz; jumlah halaman 418, dengan ukuran kertas per lembar 29 cm.; tahun penerbitan tidak ada.
h.      Terbitan Beirut, publikasi Da>r al-Kita>b al-Arabi, tahun 1367 H. / 1947 M.; jumlah halaman 190, ukuran kertas per halaman 19x27 cm.; memiliki lampiran catatan pinggir yang disusun Zakaria al-Ans}ari.
i.        Terbitan Pustaka Muhammad Ali> S}abih, Kairo, tahun 1377 H./1972 M.; jumlah halaman 190; ukuran per lembar 29x27 cm.; juga diberi catatan pinggir ulasan Zakaria al-Ans}ari.
j.        Terbitan Pustaka Muhammad Ali> S}abih, Kairo, tahun 1392,kL/1972 M.; jumlah halaman 328 dengan ukuran kertas per halaman 17x24 cm.; ditambah catatan pinggir ulasan Zakaria al-Ans}ari.
k.      terbitan Dar al-Khayr, Indonesia, tanpa tahun dengan jumlah halaman 477, yang di-tahqiq oleh Ma’ru>f Zari>q dan Ali> Abd. Hami>d Balt}aji>, kemudian diterjemahkan oleh, Umar Fa>ru>q dan diterbitkan oleh Pustaka Amani Jakarta pada September 1998. Risa>lah al-Qushayri>yah juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya ke dalam bahasa Perancis yang diterjemahkan dan diterbitkan di Roma tahun 1329 FL/ 1911 M.[48]

E.     Sistematika Penyajian Kitab Risa>lah al-Qushayri>yah
Pengarang (Ima>m al-Qushayri>) memberi judul kitab ini al-Risa>lah. Keberadaannya diarahkan pada kaum sufi, golongan yang berkepentingan dengan tasawuf, dan para penentang ajaran tas}awu>f. Kemudian datang para pembahas dan menisbatkan al-Risa>lah pada pengarangnya sehingga kitab tersebut memperoleh tambahan aitribut baru, yaitu al-Risa>lah al-Qushayri>yah. Maka, jadilah sebutan ini sebagai penamaan kitab tersebut. Akibatnya, para pembaca tidak mengetahui lagi nama asli kitab yang saat ini lazim disebut al-Risa>lah al-Qushayri>yah. Kitab al-Risa>lah al-Qushayri>yah ini disusun dengan pola sistematika pembahasan sebagai berikut :
a.       Keyakinan sufi tentang masalah dasar-dasar tauhid. Ini sudah masuk materi pembahasan dan dinamai (bab) Dasar-Dasar Tauhi>d menurut kaum Sufi.
b.      Para guru T}ari>qah berikut perjalanan kehidupannya dan pendapat-pendapatnya tentang shariat. Bab ini diberinama A'lam al-Tas}awu>f, konsep-konsep tas}awu>f.
c.       Penafsiran kata-kata seputar masalah tas}awu>f dan segala sesuatu yang membentuknya. Bab ini diberi nama Mus}t}alah al-Tas}awu>f (istilah-istilah tas}awu>f).
d.      Beberapa bab yang menjelaskan maqa>m-maqa>m religius dan penjelasannya.
e.       Pasal tentang kelakuan sufistik dan beberapa kara>mah.

Semua materi pembahasan di sini ditertibkan secara sistematis menurut kaidah logika dan teori penulisan buku ilmiah moderm sehingga wujud akhimya seperti berikut:
1.      Pendahuluan : Dasar-Dasar Tauhi>d Menurut Kaum Sufi.
2.      Pasal Pertama : Istilah-Istilah Tas}awu>f.
3.      Pasal Kedua : Penjelasan tentang Maqa>m-maqa>m Sufi atau Hal-hal Seputar Laku Spiritual.
4.      Pasal Ketiga : Beberapa Kelakuan dan Kara>mah.
5.      Pasal Keempat : Konsep-Konsep Tas}awu>f.
Al-Qushayri> telah memaparkan konsep-konsep tas}awu>f dengan bentuk yang lazim. Beberapa kaum sufi yang menpraktekkan ajarannya secara benar dan umum di paparkan di pasal keempat dengan pemaparan mengikuti urutan abjad dari julukan-julukan yang masyhur sehingga memudahkan pembahasan.
Buku ini tidak mencantumkan judul-judul bab dan sub bab, tetapi berpegang pada penjelasan yang disampaikan secara sambung-menyambung dan berkelanjutan. Ini cara penyusunan buku yang mengikuti pola lama, suatu pola penyajian yang mengundang kebosanan pembaca, namun setelah terbit buku al-Risa>lah yang ditahqiq oleh Ma’ruf Zariq dan Abd. Hamid Balt}aji maka dibuat suatu batasan-batasan masalah yang terfokus pada tema tertentu. Setiap pembahasan satu tema  dirumuskan dalam beberapa bagian terpisah yang sambung-menyambung dan integral, sehingga tercipta sebuah buku yang ilmiah, jelas, dan tegas.
Dalam buku ini beberapa ayat dan al-Hadi>th Nabi yang mulia dikonkritkan dalam tulisan yang jelas. dan ditunjang bahasa buku lebih diperjelas dan pemakaian kata-kata yang tepat.
Buku ini ditutup dengan bahasan tentang kumpulan tempat atau referensi yang bisa dikaji ulang, ditelusuri, dan dideteksi kebenarannya; yaitu mencakup beberapa teori, lingkungan, tempat-tempat, negara, beberapa arah mata angin, kelormpok-kelompok, buku dan referensi serta beberapa pembahasan tentang tokoh tas}awu>f berikut kata-kata hikmahnya.






[1] Sebuah nama panggilan yang dinisbatkan pada kota Naisabur atau Shabur, ibukota propinsi Khurasan yang merupakan kota terbesar wilayah pemerintahan Islam pada abad pertengahan. 
[2] Al-Qushayri>, al-Risa>lah al-Qushayri> ah, tahqiq, Ma’ruf Z., Ali A. Hamid (Jakarta, Da>r al-Khair, t.t.), 6
[3] Abdul Karim Sam’ani>, al-Ansab, juz 10 (Beirut: Da>r al-Fikr t.t.), 152.
[4] Umar Ridla Kuhhalah, Mu’jam Qaba>ili li al-Arab  (Mesir: Dar al-Kutub juz, III, t.t. ), 954
[5] Ibarahim Bsuni, al-Ima>m al-Qushayri> Shiratuhu, Atharuhu, Madzhabuhu fi> al-Tas}awu>f (Mesir, Majma’ al-Buhuth al-Isla>miyah, 1972 M./1392 H. ), 29.
[6]Ibid., 30. 
[7] Ibid., 30.
[8] Ali> al-Daqa>q adalah seorang ulama Naisabur terkemuka, seorang ulama yang berakhlak mulia, Fiqhnya ber-madhab Syafi’i>, sedangka dalam bidang kalam mengikuti aliran Ash'ariyah dan mengikuti al-Junaid dalam bidang tarekat. al-Daqa>q sangat masyhur karena ke-zuhd-annya, beliau banyak sekali merenung dan sering kali tampak murung. Dalam al-Risa>lah al-Qushayri>yah sangat banyak pendapat beliau yang dinukil oleh al-Qushayri>. Lihat al-Risa>lah al-Qushayri>yah, lihat Abd Rauf al-Manawi, al Kawa>kib al-Durriyah fi> Tara>jim ash-S}u>fiyah (Mesir Da>r al-Kutb, t.t.), 98.
[9] Fatimah adalah wanita mulia, berilmu, beradab, dan termasuk seorang ahli zuhd. Banyak Hadith yang diriwayatkan olehnya. Lihat, al-Risa>lah al-Qushayri>yah, 8.
[10] Al-Qushayri>, al-Risa>lah al-Qushayri>yah, 7.
[11] Ibrahim Ba>su>ni, al-Imam al-Qushayri, 31.
[12] Nama lengkapnya Abu> Bakr Muhammad bin Abu> Bakr al-T}usi (385 H./990 M.-460 H./1067 M.) kepada ulama inilah al-Qushayri> belajar ilmu fiqh dan hal itu terjadi pada tahun 408 H./1017 M.
[13] Nama lengkapnya Abu> Bakr Muhammad bin al-Husain bin Fura>k al-Ansha>ri al Ashbahani, meninggal tahun 406 H/1017 M. Ibn furak seorang Ima>m dalam Ushul Fiqh, tapi al-Qushayri> belajar ilmu kalam padanya.
[14] Nama lengkapnya adalah Abu> Isha>q Ibrahim bin Muhammad bin Mahran al-Asfara>yini, meninggal tahun 418 H./1027 M., seorang cendikiawan fiqh dan ushul fiqh yang besar di Isfarayin, al-Asfarain mempunyai sebuah Madrasah di Naisabur, karya-karyanya adalah kitab al-Jami’ dan al-Risa>lah, ide-idenya banyak yang segaris dengan pemikiran Mu’tazilah, kepada ulama inilah al-Qushayri> belajar Ushu>luddi>n.    
[15] Nama lengkapnya adalah Abu> Abd Rahman Muhammad bin al-Husain bin Muhammad al-Azdi al-Sula>mi al-Naisaburi (325 H./936 M.-412 H./ 1021 M.) seorang sejarawan, ulama sufi dan pengarang. 
[16] Adalah guru al-Qushayri> dalam bidang ilmu Fiqh.
[17] Nama lengkapnya adalah adalah Abu> Qa>hir bin Muhammad al-Baghdadi at-Tamimi al-Asfarayini, meninggal tahun 429 H./ 1037 M. lahir dan besar di Baghdad tapi kemudian pindah ke Naisabur dan meninggal di Asfarayin, seorang ulama yang menguasai Ushuluddin dan Tafsir, dan ber-madhab Shafi’I karangan beliau sangat banyak diantaranya, Tafsir Asma>’ al-Husna>.
[18] Fudholi Zaini, Sepintas sastra Sufi; Tokoh dan Pemikiranya (Surabaya, Risa>lah Gusti 2000 ), 51-52.
[19] Al-Qushayri>, al-Risalah,  7-8.
[20] Al-Qushayri>, al-Risalah, 116.
[21] Fudholi Zaini, Sepintas sastra Sufi; Tokoh dan Pemikiranya, 53.
[22] Tajuddi>n al-Subki, T}}aba>qa>t al-S}hafi’iyah al-Kubra> (Mesir, Da>r al-Kutb al-Mis}riyah, Juz II, tt.) 269.
[23] Ibid., al-Subki  juz I, 115.
[24] Ibrahim Basuni, al-Imam al-Qushayri>, 135.
[25] Ibid., 135.
[26] Ibid., 136.
[27] al-Qushayri> Risa>lah., 11.
[28] al-Subki, Thabaqa>t al-Shafi’iyah, 269.
[29] Sultan saljuk pada waktu itu adalah Thurghulbeg yang mengikuti madhab Figh Abu Hanifah, sedangkan Wazir kerajaan adalah seorang Mu’tazilah Rafid}ah yang bernama Abu Nashr al-Kandari
[30] Ibrahim Basuni., al-Imam al-Qushayri, 38.
[31] Ibid., 38.
[32] al-Qushayri>, al-Risalah, 9.
[33] Al-Subki.T}abaqa>t, 243.
[34] Ibrahim Basuni., al-Imam al-Qushayri, 50.
[35] Ibid., 234-245.
[36]  Fudholi Zaini, Sepintas Sastra Sufi; Tokoh dan Pemikirannya,  65-66.
[37] Dalm kitab ini dipaparkan 40 Hadith Nabi yang didengar langsung dari gurunya, al-Daqaq, dengan sanad yang muttas}il.  
[38] Kitab ini adalah kitab pertama yang disususn oleh al-Qushayri> pada tahun 410 H./ 1019 M. Tiga ulama besar yaitu Ibn Khalikan,Tajuddi al-Subki, dan al-Suyu>ti>, mengatakan bahwa kitab ini adalah kitab Tafsir paling bagus dan jelas, Ibrahim Basuni, al-Imam al-Qushayri, 263.
[39] Disusun tahun 438 H./1046 M dan akan dibahas pada bab empat dari penelitian ini.
[40] Sebuah artikel yang memuat pendapat beliau dalam mempertahankan kebenaran Madhab Ash’ari. Al-Risa>lah, tahqiq, 12.
[41] Merupakan kitab Tafsir sufistik tentang ayat-ayat hakikat dan ma’rifat yang diambil dari beberapa ayat al-Quran pilihan. Tafsir ini disebut jusa tafsir Ishari disusun tahun 410 H./ 1019 M. Proses editingnya oleh Ibrahin Basuni dan diterbitkan di Kairo tahun 1917 M. Ibrahim Basuni, al-Ima>m al-Qushayri>yah: Siratuhu  Atsaruhu Madzhabuhu lihat juga Fudholi Zaini, Sepintas sastra Sufi; Tokoh dan Pemikiranya,  64-65.
[42]  Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul : Kisah & Hikmah Mikraj Rasulullah, Penerjemah : Dr. Abad Badruzzaman, Lc Penerbit : Serambi, Jakarta Cetakan : I, 2007 Tebal : 187 halaman.Buku ini cukup menarik untuk menjadi bahan telaah bagi banyak pihak. Sebab, selain berisi uraian cukup lengkap tentang peristiwa Isra’ Mikraj Nabi SAW., buku ini juga banyak menyelipkan serpihan-serpihan hikmah yang sangat penting yang terdapat dibalik Isra’ Mikraj tersebut. Selain itu, buku ini juga menyajikan kisah mikrajnya Abu Yazid al-Busthami. Menurutnya, semua umat Islam memiliki peluang untuk melakukan Isra’ Mikraj. Tentu dengan bentuk yang berbeda dengan Mikraj yang dialami Nabi, sebab, bagi al-Qushayri>, Mikraj (perjalanan vertikal) sejatinya merupakan perjalanan ruhani seseorang menuju Allah. Bukan hanya itu, buku ini juga memaparkan bentuk mikraj-nya beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali.
[43] Al-Qusyari, Risa>lah al-Qushayri>yah, 30.
[44] Fudholi Zaini, Sepintas, 57.
[45] Al-Yasu’I, al-Munji>d (Beirut: al-Kaththulukiyah, 1969 M.), 132.
[46] Ma’ruf  Zariq, tahqiq Risa>lah Al-Qushayri>yah (Mesir, Musthofa Baby al-Halaby, 1379 H./ 1959 M.), 45.
[47]  Ibid.
[48] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar