A. Sejarah Kehidupan al-Qushayri>
Melacak latar belakang kehidupan
seorang intelektual, baik secara pribadi atau dalam konteks sosio-politik tentu
sangat penting untuk dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar kita mampu menemukan
gambaran yang tepat berkaitan dengan fungsi-fungsi intelektual yang
disodorkannya ke wilayah publik. Kajian ini sangat penting karena produk
pemikiran yang dilahirkan seorang intelektual akan menemukan jaringan
signifikansinya sebagai hasil relasi dialogis-dialiktis antara pemikir dan
kondisi sosio-politik yang ada. Pelacakan biografis dan sosio-politik
intelektual, juga membuktikan, sejauh mana seorang intelektual menjadi pelayan
dari semua aktualitas yang terjadi di masyarakat.
1. kehidupan keluarga
Al-Qushayri> bernama lengkap Abd. Kari>m bin Khawa>zin bin Abd. Malik bin T}alhah bin Muhammad al-Qushayri. Al-Qushayri> mempunyai banyak nama panggilan,
diataranya Abu> al-Qa>sim, al-Naisaburi>[1], al-Qushayri>, as-Shafi’i>,[2]
dan al-Istiwa>’. Nama-nama
ini dinisbatkan pada beliau seperti al-Qushayri>, yang menurut Abd. Kari>m al-Sam'ani>, berasal dari Marga Sa’ad al-A>shirah al-Qaht}aniyah,[3]
mereka adalah sekelompok manusia yang tinggal di pesisiran Hadramaut. Sedangkan
dalam kitab Mu’jam al-Qaba>ili li Arab, disebutka bahwa al-Qushayri> adalah putra Ibn Ka’ab bin Rabi>’ah bin Amir bin Sha’ Sha’ah bin Mu'a>wiyah bin Bakr bin Hawa>zin bin Mansu>r bin Ikrimah bin Qa>is bin 'Ailan[4].
Dari sinilah lahir keturunan yang akan menjadi sesepuh klan-klan baru yang
salah satunya adalah al-Qushayri>
yang merupakan pelopor dari orang-orang yang interest terhadap Islam.
Kelompok ini memasuki wilayah Khurasan di zaman pemerintahan Bani Umayyah dan
terlibat dalam beberapa pertempuran, termasuk penaklukan kota Sham dan Iraq.
Dari keturunan kelompok ini juga ada yang menjadi penguasa kota Khurasan dan
Naisapur, sementara yang lain merintis kehidupan baru di Andalusia Spanyol[5].
Al-Qushayri> dilahirkan di kota Ustuwa> pada bula Rabi>ul Awa>l tahun 376 H./ 986 M., dan wafat ketika
mencapai umur 87 tahun, yaitu pada hari Ahad 16 Rabi>ul Awa>l 465 H./1073 M. Di Naisabur, Jenazah al-Qushayri> di makamkan di sisi makam gurunya yaitu
Abu> Ali> al-Daqa>q.[6]
AL-Qushayri> menjadi yatim ketika masih kecil,
sehingga masalah perawatannya diserahkan pada kepada Abu> al-Qa>shim al-'Alima>ni>, seorang sahabat karib ayahnya, kepadanyalah al-Qushayri> belajar Bahasa dan sastra Arab dasar.[7]
Setelah beranjak dewasa dan matang dalam
keilmuannya al-Qushayri>
diambil menantu oleh guru spritualnya yaitu Abu> Ali> al-Daqa>q[8],
dikawinkan dengan putrinya yang bernama Fa>timah.[9]
Dari perkawinan inilah lahir enam orang putra dan seorang putri, yang
kesemuanya adalah ahli ibadah, mereka adalah:
1. Abu> Said Abd. Alla>h.
2. Abu> Said Abd. Wahi>d.
3. Abu> Mansu>r Abd. Rahma>n.
4. Abu> Nashr Abd. Rahi>m.
5. Abu> Fa>tih Ubaidilla>h.
6. Abu> Mudaffa>r abu> al-Mun’im, dan seorang putri.
7. Ummah al-Kari>m.
2. Belajar dan Mengajar
Pada
masa ketika al-Qushayri>
masih kecil, kondisi pemerintah tidak berpihak pada rakyat, para penguasa dan
staf-stafnya berlomba memperberat tingkat punggutan pajak. Hal ini sangat
mempengaruhi pertumbuhan jiwa al-Qushayri>, sehingga al-Qushayri> berangkat ke Naisapur untuk belajar
berhitung yang berkenaan dengan perpajakan,[10]
al-Qushayri>
berharap ketika pulang nanti ia bisa menguasai peran pengelolahan pajak yang
akan diproyeksikan sebagai bentuk pungutan yang tidak memberatkan pada
masyarakat.
Naisabur
pada saat itu sebagai ibukota Khurasan dan menjadi tempat para ulama, penyair,
dan para pengarang[11].
Di kota inilah al-Qushayri>
belajar, guru-gurunya yang terkenal diantaranya adalah Abu> Bakr Muhammad al-T}usi>[12], Ibn Fura>k[13],
al-Asfarayini>[14], al-Sulami>[15], Abu> al-Abbas[16],
dan Abu> al-Mansu>r[17],
kepada merekalah al-Qushayri>
belajar ilmu-ilmu lahir, seperti Fiqh, Us}u>l
Fiqh, dan ilmu Kalam. Sehingga pada suatu hari al-Qushayri> bertemu dengan seorang Shaikh yang sangat
alim yaitu, Abu>
Ali> al-Hasan bin Ali> al-Naisabur, dan lebih dikenal dengan Abu> Ali> al-Daqa>q.[18]
al-Qushayri>
ketika pertama kali mendengar fatwa dari al-Daqa>q sudah merasa kagum padanya, perasaan ini
juga dialami oleh al-Daqa>q,
yang merasa bahwa al-Qushayri>
adalah seorang murid yang cerdas dan brilian. Dengan modal inilah al-Daqa>q bermaksud untuk mengajari al-Qushayri> dengan berbagai disiplin keilmuan
terutama dalam berhubungan dengan Tuhan.[19]
al-Daqa>q mengajarkan
bagaimana pentingnya menjadi seorang hamba yang baik yang mempunyai hubungan
yang harmonis antara Tuhan dan manusia, kenyataan ini telah membuat al-Qushayri> mencabut cita-citanya untuk ikut andil
dalam pemerintahan, dan memilih T}ari>qah sebagai garis perjuangannya.
Al-Qushayri> merasa pertemuannya dengan al-Daqa>q bukan sebuah kebetulan tapi merupakan
suatu anugerah dari Alla>h,
al-Qushayri>
merasakan sesuatu yang berbeda dari apa yang pernah ia dengar dari guru-gurunya
yang lain, hal inilah yang memantapkan hatinya untuk berguru pada al-Daqa>q.
Dari al-Daqa>q, al-Qushayri> mengambil mata rantai pertama dalam
perjalanan tarekat sufi.[20]
Ketekunanya dalam belajar telah membuat al-Daqa>q sangat kagum padanya sehingga pada umur
tiga puluh tahun al-Qushayri>
dipercaya untuk memberikan materi atau mengajar di Masjid kota di Naisabur
seminggu sekali, dan pada saat inilah al-Qushayri> sering mewakili al-Daqa>q pada hari-hari sang guru tidak bisa
hadir[21]
Dalam memberikan pelajaran al-Qushayri> juga memakai sistem Majlis Imla>’ (pengajaran dengan memakai metode pendektean). Metode
ini dipakai untuk mengajarkan ilmu Hadi>th di Baghdad pada tahun 432 H./1040 M., namun pada
tahun 455 H./ 1063 M., al-Qushayri>
menghentikan kegiatannya dan pulang ka Naisabur. Selain itu al-Qushayri> membantu sang guru di Masjid dengan
membentuk Majlis Dzikir, sebuah sarana untuk belajar ilmu tas}awu>f. Abu> Hasan Ali> bin Hasan al- Bakhirizi yang hidup di tahun 462
H. / 1070 M. Sering menyebut-nyebut kehebatannya, bahkan memujinya dengan
sanjungan yang amat istimewa. Ia berkata, “seandainya sebuah batu cadas diketuk
dengan “tongkat nasehatnya” niscaya akan meleleh dan menangis, dan andai Iblis
tetap aktif mengikuti majlisnya, niscaya ia akan bertaubat”. Ungkapan ini amat
mengesankan seakan mengambarkan keilmuan dan kematangan pribadi al-Qushayri> yang sangat agung[22].
Al-Qushayri> adalah seorang sufi sejati, murni dalam
laku sejatinya, dan perjuangannya sangat tulus dalam mempertahankan ajaran tas}awu>f Sunni dari tas}awu>f yang banyak mengandung bid’ah. Hal ini dapat
dilihat dari uraian yang tertulis dalam kitab al-Risa>lah, senada dengan ini seakan mengindikasikan bahwa
ajaran tas}awu>fnya adalah Ash’ari> murni yang berusaha mempertahankan tas}awu>fnya seperti dalam kitab Shikayah Ahl al-Sunnah bi Hika>yati Nalahum Min al-Mihnah, yang berisi ajaran-ajaran murni kelomppok
Ash’ari.
3. Kehidupan Politik
Al-Qushayri> adalah sosok yang demokratis dan luwes
sehingga banyak orang yang tertarik untuk berlama-lama dengannya. Hal inilah
kemudian yang dimanfaatkan sebagai modal
utama untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan pemerintah ini terbukti oleh
ungkapan al-Subki, bahwa Alib Arselan al-Saljuki (W. 1072 M.) seorang penguasa Bani
Saljuk sangat menghormati[23]
al-Qushayri>
bahkan kadang sifat hormat yang dicerminkan sangat berlebihan. Hal ini
berlangsung pada tahun 455 H./1063 M. Di akhir usianya beliau menetap dipusat
pemerintahan Arselan selama supuluh tahun dengan kedudukan yang terhormat,
diagungkan dan ditaati, pada masa ini al-Qushayri> menduduki jabatan Wazir Agung[24].
Al-Qushayri>
selalu dimintai pendapat tentang permasalahan agama terutama terkait dengan madhab
Shafi’i>[25].
Hubungan al-Qushayri> dengan pihak pemerintah tidak saja yang
beraliran Fiqh Shai’i>
tapi lintas Madzhab-pun hubungannya tetap harmonis salah satunya dengan
raja Mahmu>d
dari Dawlah Ghazna>wiyah[26]
yang beraliran Madhab Abu>
Hanifah, tetap berjalan dengan baik. Hubungan ini menunjukan betapa piawainya
dia melakukan pendekatan dengan pemerintah tanpa harus mengorbankan ideologinya.
Selain dengan pihak kerajaan
yang bersifat nasional al-Qushayri>
juga menjalin hubungan yang baik dengan Gubernur dan para menteri misal dengan
Niza>m al-Mulk al-H}asan bin Ali> al-T}husi> (menjabat pada tahun 1018 M.), adalah seorang
pejabat yang selalu menghadirkan para ulama dalam setiap sidang
pemerintahannya, ia sangat menghormati al-Qushayri> sehingga setiap al-Qushayri> datang kesidangnya, Niza>m al-Mulk selalu menyambutnya dengan wajah
yang riang dan menyambutnya seperti seorang raja[27].
4. Fitnah al-Kubra
Kemasyhurannya yang semakin
meluas sehingga menjadikannya sebagai publik figur sempat menjadikan rasa iri
dan hasut di hati para ulama fiqh perkotaan. Kalangan ulama fiqh ini bahkan ada
yang berusaha mencelakai beliau, belum lagi rencana terselubung untuk
menghancurkan nama baik al-Qushayri>, dan merusak kesan-kesan positif yang telah
menjadi kebanggaan para pengikut dan simpatisannya, posisi kehormatan yang
telah tertanam di hati masyarakat diupayakan untuk dihancurkan, sehingga
rencana–rencana gila pun akhirnya terealisasi dengan menyebarkan berita bohong dengan
hasutan dan persepsi buruk pada masyarakat tentang al-Qushayri>. Hasil dari fitnah besar ini telah
berdampak pengusiran al-Qushayri>
dari tanah kelahirannya. Dalam kondisi tertekan sebagaimana diungkapkan oleh al-Subki,
al-Qushayri>
mengalami penderitaan yang berat, pengucilan, penghinaan, dan kesusahan yang
datang silih berganti, tanpa alasan yang logis.[28]
Kelompok ahl fiqh yang
membencinya banyak datang dari aliran Hanafi dan ulama-ulama Mu'tazilah[29]
yang tergabung dengan para hakim pemerintahan bani Saljuk. Dengan segala upaya
akhirnya mereka mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap al-Qushayri>, sekaligus melarang ajaran-ajarannya
beredar luas di masyarakat bahkan lebih menyakitkan namanya selalu dikutuk di
Masjid-masjid[30].
Akibat fitnah inilah para
sahabatnya banyak yang memisahkan diri dan memutuskan tali persahabatan, kesatuan
jama’ahnya pecah, dan sebagian besar meninggalkan al-Qushayri>, Majlis Tadzkir yang pernah
diasuhnya diberbagai tempat dibubarkan. Hal ini dialami oleh al-Qushayri> selama lima belas tahun, dari tahun 440
H. Hingga 455 H. Dan pada pertengahan tahun inilah al-Qushayri> pindah ke Baghdad, sepuluh tahun kemudian
ia ke T}us[31].
Ketika pada pemerintahan
Thurghulbeg berakhir dan digantikan oleh Dinasti Abu> Suja>’, al-Qushayri> bersama sisa para pengikutnya kembali ke
Naisabur. Kurang lebih sepuluh tahun dari masa kedatangannya, al-Qushayri> mengalami masa kejayaan. Para pengikut
dan simpatisannya kembali ke Majlisnya, sehingga kebahagiaan senantiasa
menyertainya.
5. Murid-Murid al-Qushayri>
Sebagai ulama yang kharismatik
al-Qushayri>
adalah seorang guru yang handal, ia mengajari murid-muridnya dengan tekun dan
kasih sayang. al-Qushayri banyak sekali mempunyai murid, diantara
murid-muridnya adalah[32]:
·
Abu>
Bakr Ahmad bin Tha>bit,
seorang penceramah dari Baghdad yang hidup tahun, 392-463 H, / 1002-1072 M.
·
Abu>
Ibrahi>m Isma>il bin Husaini, meninggal tahun 531 H./
1137 M.
·
Abu>
Muhammad Isma>il
bin Ali> al-Qa>s}im al-Gha>zi>
an-Naisaburi.
·
Abu>
al-Qa>s}im Sulayman bin Nashi>r bin Imran al-Ans}a>ri yang meninggal tahun 512 H./ 1118 M.
·
Abu>
Bakr Shah bin Ahmad as-Shadiyakhi.
·
Abu>
Muhammad Abd. Jabba>r bin
Muhammad bin Ahmad al-Khiwa>ri.
·
Abu>
Bakr bin Abd. Rahma>n bin
Abd. Alla>h al-Bakhiri.
·
Abu>
Muhammmad Abd. Alla>h bin
At}a’ al-Ibra>himi al-Khiwa>ri.
·
Abu>
Abd. Alla>h Muhammad bin Afd}al bin Ahmad al-Fira>wi 441-530 H./ 1050-1136 M.
·
Abd. Waha>b bin
al-Shah Abu> al-Futu>h al-Shadiyakhi al-Naisaburi.
·
Abu>
Ali> al-Fud}ail bin Muhammad bin Ali> al-Qas}ba>ni meninggal tahun 444 H./1052 M.
·
Abu>
al-Fa>tih Muhammad bin
Muhammad bin Ali>
al- Khuzaimi>.
6. Jiwa Penyair
Al-Qushayri> sebagaimana dikatakan oleh al-Subki adalah seorang ulama yang menguasai berbagai
bidang ilmu, termasuk bahasa, sastra, dan budaya. Karena itulah banyak yang
bilang kalau al-Qushayri>
adalah seorang sastrawan sekaligus penulis.[33]
Semenjak kecil al-Qushayri> telah belajar sastra dan gramatikal Arab.
Ia banyak mengubah syair-syairnya secara improvisasi. Ali> al- Bakhrizi> sebagaimana dikutip oleh Ibra>hi>m Basu>ni banyak menulis karya-karyanya dalam kitab Damiyat
al-Qas}ri> dan menjadi alasan untuk memujinya[34].
Meski begitu nilai kesufiannya tetap mengalahkan prestasi penyairnya dan
keilmuannya yang lain. Syair-syair al-Qushayri> banyak membicarakan masalah kebatinan
yang disusun dengan gaya bahasa yang lembut dan indah.
Wahai dzat syukurku semakin
berkurang
menghitung
kekokoh-kokohan-Nya
dan lidah ini semakin kelu
menyebut
keluhuran-keluhuran-Nya
Ada-Nya selalu tunggal
tanpa ada yang menyerupai
melalui waktu yang lalu
dan yang akan datang
tak ada masa yang
membelakangi-Nya
tidak juga memaksa
menyusul-Nya
tak ada penyingkapan yang
menampaka-Nya
tidak pula penutup yang
menyembunyikan-Nya
tidak ada bilangan yang menghimpun-Nya
tidak juga lawan yang mencegah-Nya
tidak ada batas yang memangkas-Nya
tidak pula daerah yang
melingkupi-Nya
tidak ada alam yang mampu
manawan-Nya
tidak juga mata yang bisa
melihat-Nya
di dalam alam was-was
tidak ada pengetahuan yang
mampu menggambarkan-Nya
keagungan-Nya meninggi
sejak masa tak terhingga
yang tidak mengenal ketergeseran
juga tidak berubah
kerajaan-Nya abadi
tidak ada sesuatu yang
mencukupi-Nya
Selain syair-syair yang
termuat dalam kitab Thaba>qa>t al-Shafi'iyah jiwa sastra
al-Qushayri>
juga dapat dilihat dalam beberapa kitabnya yang lain seperti dalam tafsirnya Lat}a>if al-Isha>ra>h, sebuah kitab tafsir dengan metode Isha>ri di mana setiap ayat al-Qura>n ia tafsirkan melalui ungkapan kiasan
dengan kandungan majaz yang sangat tinggi[36].
al-Qushayri>
dalam menafsirkan Lafadz Basmalah
pada setiap ayat, ia tafsirkan melalui ungkapan syair dengan prosa yang
sangat indah, bahkan ia bedakan tafsiran lafadz Basmalah pada setiap
surat dengan penafsiran yang berbeda-beda. Hal ini menunjukan bahwa ia adalah
seorang seniman sufi sejati dengan wawasan keilmuan yang mumpuni..
B. Karya al-Qushayri>
Al-Qushayri> selain memberi pelajaran di Majlis
Ta'lim dan di Masjid kota, ia masih menyempatkan diri untuk berkarya.
Dalam kesibukannya memberi pelajaran tidak lantas menyulitkan kreatifitas al-Qushayri>. Hal ini malah menjadikanya sebagai seorang
ulama yang produktif, terbukti dengan banyaknya karya-karya tulisnya, yaitu:
1. Ahka>m al-Shar’i.
2. Adab al-S}u>fiah.
4. Istifad}ah al Murada>t.
5. Bala>ghah al-Maqa>s}id fi> al-Tasawuf.
6. at-Tahbi>r fi> Tadzki>r.
7. Tarti>b al-Sulu>k fi> T}ari>q Alla>h Ta’a>la>.
8. al-Tauhi>d al-Nabawi>.
10. al-Jawair.
11. Haya>t al-Arwa>h dan al-Dali>l ila> T}ariq as-S}alah.
12. Diwan al-Shi'ri>.
13. adz-Dzikr wa-Adaki>r.
15. Sirat al-Mashayikh.
16. Sharah Asma’ al-Husna>.
18. Uyu>n al-Ajwibah fi Us}ul al-As}ilah.
20. al-Fus}ul fi> Us}u>l.
21. al-Luma>’ fi> al-I’tiqa>d.
22. Maja>lis Abi> Ali> Hasan al-Daqa>q.
24. al-Muna>jah.
25. Manthuru al-Kita>b fi> Shuhu>d al-Alba>b.
26. Nasikh al-Hadi>th Wa> Mansukhuhu.
27. Nahw al-Qulu>b al-Shaghi>r.
28. Nahw al-Qulu>b al-Kabi>r.
29. Nuhat uli> al-Nuha>.
30. al-Qas}idah al-S}u>fiyah.
31. al-Fatawa>.
32. al-Maqa>la>t al-Tha>lithah.
33. al-Qulu>b al-Kabi>r
34. Ahka>m al-Sama>’
35. al-Taysi>r fi> al-Tafsi>r.
C. Latar Belakang Pemikiran
Tas}awu>f
Al-Qushayri> adalah seorang guru sufi yang besar,
berbagai karangannya mengarahkan pada tujuan sufi yang lurus dengan tujuan
membebaskan manusia dari kesulitan memahami tas}awu>f; ia menghadirkan konsep tas}awu>f aliran sunni sebagai upaya menyelamatkan manusia
yang ingin belajar ilmu tas}awu>f, dan kenyataanya hanya seorang bodoh.
Dalam upayanya memurnikan tas}awu>f al-Qushayri> berusaha memaparkan konsep tas}awu>f aliran Ash'ari melalui salah satu kitabnya Shikayah
ahl al-Sunnah bi Hika>yah ma> Nala>hum min al-Mihnah. Dalam
buku ini al-Qushayri>
memaparkan aliran teolog Ash'ariyah merupakan kajian yang sangat mendasar
tentang ruh Isla>m[43],
bahwa antara Shariat dan Hakikat saling terkait dan satu sama lain tidak bisa
dipisahkan, konsep tas}awu>f nya berusaha memadukan antara tas}awu>f dan fiqh yang bertumpu pada al-Qura>n dan al-Hadi>th sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dasar pemikiran
tas}awu>f al-Qushayri> adalah, pertama, berusaha
mengukuhkan keberadaan tas}awu>f sunni aliran Ash'ariyah. Kedua,
pelurusan hubungan antara aqidah dan Shariah. Ketiga,
menolak setiap bid’ah dalam dunia tas}awu>f yang
bertentangan dengan hukum shariat, al-Qura>n dan al-Hadi>th.[44]Termasuk
salah satu buah pemikiran taswuf dari al-Qushayri adalah kitab al-Risalah,
dalam kitab ini al-Qushayri berusaha memaparkan konsep-konsep tasawufnya,
termasuk tentang maqa>ma>t. Dalam perspektif
al-Qushayri maqa>m tidak harus terurut
sesuai dengan kondisi yang dialami oleh seorang sufi, ini terbukti dengan tidak
beraturannya konsep maqa>ma>t yang diulas oleh
al-Qushayri.
D. Latar Belakang Penulisan
Kitab Risa>lah al-Qushayri>yah
1. Sejarah penyusunan
Secara terminologi, kata al-Risa>lah berarti suatu pembahasan, tema bahasan atau
kajian.[45]
Keberadaannya mungkin sebagai jawaban suatu pertanyaan, pemecahan suatu
masalah, atau jalan keluar dialog kajian. Ukurannya (jumlah halaman dan ukuran
kertas) terkadang kecil, seperti al-Risa>lah al-Qad}i> al-Fad}il milik Hasan al-Bas}ri, terkadang pula berukuran besar,
seperti al-Risa>lah Ghufra>n milik al-Ma'a>ri>.
Al-Risa>lah ini oleh penyusunnya, Ima>m al-Qushayri> sengaja ditujukan kepada kelompok
masyarakat yang berkecimpung dalam dunia tas}awu>f secara taklid, suatu kelompok yang
mempraktekkan ajaran tas}awu>f tanpa pengetahuan
tentang hakikat dasar-dasar t}ari>qah, mereka yang mengamalkan ritual sufistik di tengah kekeliruan-kekeliruan
sebagaimana kaum yang mendakwakan diri sebagai kelompok sufi, atau di dalam
kungkungan paham-paham sufistik yang seolah memiliki dasar keagamaan, tapi
sebenamya tidak memiliki landasan hukum (Nash al-Qura>n dan al-Hadi>th), tapi pada akal, dan argumen.
Inilah salah satu permasalahan
tiap madhab, pemikiran, dan t}ari>qah. Di antara pengikut-pengikut paham-paham itu, ada yang memperbaiki
pemahaman dan pemaparannya, ada pula yang justru memperburuknya dengan berbagai
tindakan amoral dan penyimpangan (bid'ah). Karena itu, kehadiran al-Risa>lah ini merupakan sebuah "teriakan"
kebenaran yang murni, dan lahir dari hati yang diterangi cahaya cinta pada Alla>h dan Rasul-Nya, suatu kebenaran yang
menerangi jalan Islam dan orang-orang yang menyalahgunakan ajaran tas}awu>f atau memang tidak mengerti tentang tas}awu>f, serta membukakan mata mereka tentang hakikat tas}awu>f dari sisi amalan, ruh, halusinasi, dan praktek
ritual dalam Islam.
Ima>m al-Qushayri> bermaksud memberitahukan kepada mereka
bahwa kebenaran yang sebenarnya bukan seperti yang mereka ketahui, tapi pengikut
t}ari>qah yang sesungguhnya adalah mereka yang
berjalan di atas dasar al-Qur'a>n
dan al-Hadi>th,
tidak keluar darinya, meski seujung jari. Mereka adalah orang-orang yang
mengikuti jalan ulama salaf, baik dalam keimanan, aqidah, maupun praktek
ritual.
Al-Risa>lah, juga dihadapkan pada kaum sufi untuk menjelaskan
tentang hakikat t}ari>qah sekaligus
beberapa penyimpangan dan kekeliruan; mempertegas kebenaran t}ariqah hingga mereka tidak sesat atau disesatkan.
Sesungguhnya tas}awu>f bukan sesuatu yang bersifat tambahan
atau pengadaan kandungan al-Qura>n
dan al-Hadi>th,
tetapi justru merupakan bentuk abstraksi konkrit tentang keagungan Islam yang
selama itu tidak diperhatikan para ulama fiqh.
Sejarah Penyusunan al-Risa>lah dimulai tahun 438 H./1046 M. ketika al-Qushayri> memasuki usia 62 tahun, saat-saat di mana
kematangan pemikiran seeorang mencapai puncaknya.[46]
Transkrip naskah (al-Risa>lah) tulisan yang didapati di Perpustakaan al-Asa>d, Damaskus, berjumlah sembilan naskah.
Naskah-naskah tersebut antara yang satu dengan lainnya berbeda-beda, yaitu:
1. Naskah pertama ini diawali
dengan kalimat pujian pada Tuhan. Jumlah halamannya 187 lembar. Ukuran kertas
perlembar relatif panjang, yaitu 18.23 cm. Setiap lembar memuat 20 baris dan
setiap baris terdiri dari 12 kata. Lampiran catatan pinggirnya berukuran 2 cm.
Sedangkan sejarah penulisannya pada hari Sabtu bulan Muharram tahun 595 H./1198
M. Naskah ini diperoleh dari wakaf al-Mura>diyah nomor 1445, tas}awu>f: 127.
2. Naskah kedua, awal dan
akhirnya seperti naskah pertama. Bilangan halamannya ada 159. Ukuran tiap
halaman 22.12,5 cm. Tiap halaman memuat 31 baris dengan 9 kata untuk per baris.
Lampiran catatan pinggimya berukuran 4,5 cm. Tinta berwarna hitam dan untuk
kata-kata tertentu menggunakan tinta wama merah. Tulisannya jelas. Lembaran
pertama dihiasi dengan tinta emas. Sejarah penulisannya pada hari Ahad 27 Zul
al-Hijah 1128 H. / 1715 M. dengan nomor pustaka 4126.
3. Naskah ketiga, awal dan
akhirnya juga seperti naskah-naskah di atas. Jumlah halaman 153 lembar; ukuran
tiap halaman 22,5x14,5 cm. Tinta warna hitam dan sebagian yang lain berwarna
merah. Tulisan standar. Tiap baris memuat sepuluh kata. Penulisnya Hafidz Abd.
Alla>h
bin Ahmad Ali>.
Waktu penulisannya pada tahun 1238 H./1822 M. dengan nomor pustaka 5145.
4. Naskah keempat, pembuka dan
penutupnya juga sama dengan naskah-naskah di atas. Halamannya berjumlah 315,
ukuran perlembar 16,5x10,5 cm. Tiap lembar tersusun 18 baris dan tiap baris
mengandung 9 kata. Ukuran lampiran catatan pinggirnya 1,5 cm. Tinta yang
digunakan wama hitam, sebagian warna merah dengan ciri tulisan yang lazim
dipakai. Nama penulisnya Uthma>n bin Muhammad bin Hami>d Shawfi bin Abd. Rahma>n. Tercatat pada hari Kamis tanggal 1 Juma>d al-Akhir tahun 1169 H./1755 M. dengan
nomor pustaka 1412, tas}awu>f 94.
5. Naskah kelima diawali kalimat
seperti di atas dan ditutup dengan kata-kata:"...wa> min a>da>b al-muri>d>in..." Jumlah halamannya 151. Ukuran perkertas
23,5x15 cm. Tiap halaman memuat 27 baris dengan sepuluh kata tiap baris.
Cacatan pinggir berukuran 1 cm. Tinta wama hitam dan sebagian wama merah.
Tulisan naskhi yang dikerjakan oleh Yusuf bin Muhammad al-Ans}ari dengan nomor pustaka 8492.
6. Naskah keenam ini awalnya
yang asli sobek sehingga pembukanya diawali dengan kalimat: "...Ahl al--Sunnah
Qa>lu>; Shart Shihhati al-Taubiah..." Halamannya berjumlah 293. Ukuran per lembar 11x16 cm. Tiap lembar
memuat 12 baris dan tiap baris tersusun dari 6 kata. Catatan pinggirnya
berukuran 2 cm. Tinta yang dipakai wama merah. Tulisan naskhi dengan nomor
pustaka 1003.
7. Awal dan akhirnya seperti
naskah pertama. Jumlah halaman 2351embar. Ukuran kertas tiap lembar 16x25 cm.
Tiap lembar memuat 21 baris dan tiap baris terdiri dari sepuluh kata. Catatan
pinggirnya berukuran 6,5 cm. Tinta warna hitam dengan dilapisi warna biru.
Tulisan naskhi. Lembaran pertama dihiasi tinta emas. Penulisnya Husin bin
Muhammad al-Shahidi yang dilakukan pada tanggal 12 Dul Qa'dah, tahun 1270 H./
1853 M. dengan nomor pustaka 7764.
8. Awal dan akhir naskah
kedelapan ini juga seperti yang pertama. Halamannya ada 274 1embar. Ukuran tiap
lembar 13x20 cm dengan 15 baris untuk tiap lembar dan 13 kata dalam tiap baris.
Catatan pinggirnya berukuran 3 cm. Tinta merah gelap, tulisan naskhi, masa
punulisannya tangga126 Rajab 652 H./ 1254 M. dengan nomor pustaka 9721.
9. Awal dan akhirnya juga sama
dengan naskah yang tersebut di atas. Jumlah halamannya 190 lembar, ukuran per
lembar lebih panjang dari lainnya: 25,5x16,5 cm dengan 23 baris untuk tiap
lembar dan 10 kata tiap baris. Catatan pinggir berukuran 2,5 cm, tinta hitam,
sedangkan untuk judul judul memakai tinta merah. Tulisan jenis naskhi yang
dikerjakan oleh Ali>
bin Abd. Ghaffa>r
Ar-Rashidi al-Ash'ari; tertulis pada bulan Rabi'ul Akhir tahun 742 H./1341 M.
dengan nomor pustaka 9581.[47]
2. Edisi Kitab Risa>lah Qushayri>yah
a. Terbitan al-Saniyah al-Khudaiwiyah,
Bulaq, Mesir, tahun 1284 H. / 1867 M. Jumlah halaman 242, ukuran kertas per
lembar 26x19 cm.
b. Terbitan Bulaq, Mesir, tahun
1287 H./1870 M. dengan halaman 219.
c. Terbitan Abd. al-Razaq,
Mesir, tahun 1304 H./1886 M.; jumlah halaman 244 dengan ukuran kertas per
lembar 24x16,5 cm.
d. Terbitan al-Maymuniyah,
Mesir, tahun 1350 H./1911 M. dengan halaman 186.
e. Terbitan at-Taqaddu>m al-Ilmiyah, Mesir, tahun 1346 H.I 1927
M. dengan halaman 1861embar, per lembar berukuran 29x30 cm.; memiliki lampiran
catatan pinggir yang ditulis Zakaria al-Ans}ari.
f. Diterbitkan di Mesir (nama
penerbit tidak diketahui) tahun 1358 H./1938 M., dengan halaman 20.
g. Diterbitkan di Damaskus
dalam satu jilid dengan 2 juz; jumlah halaman 418, dengan ukuran kertas per
lembar 29 cm.; tahun penerbitan tidak ada.
h. Terbitan Beirut, publikasi
Da>r al-Kita>b al-Arabi, tahun 1367 H. / 1947 M.;
jumlah halaman 190, ukuran kertas per halaman 19x27 cm.; memiliki lampiran
catatan pinggir yang disusun Zakaria al-Ans}ari.
i.
Terbitan Pustaka Muhammad Ali> S}abih,
Kairo, tahun 1377 H./1972 M.; jumlah halaman 190; ukuran per lembar 29x27 cm.;
juga diberi catatan pinggir ulasan Zakaria al-Ans}ari.
j.
Terbitan Pustaka Muhammad Ali> S}abih,
Kairo, tahun 1392,kL/1972 M.; jumlah halaman 328 dengan ukuran kertas per halaman
17x24 cm.; ditambah catatan pinggir ulasan Zakaria al-Ans}ari.
k. terbitan Dar al-Khayr,
Indonesia, tanpa tahun dengan jumlah halaman 477, yang di-tahqiq oleh
Ma’ru>f
Zari>q dan Ali> Abd. Hami>d Balt}aji>, kemudian diterjemahkan oleh, Umar Fa>ru>q dan diterbitkan oleh Pustaka Amani Jakarta pada
September 1998. Risa>lah
al-Qushayri>yah
juga telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, di antaranya ke dalam bahasa
Perancis yang diterjemahkan dan diterbitkan di Roma tahun 1329 FL/ 1911 M.[48]
E. Sistematika Penyajian
Kitab Risa>lah al-Qushayri>yah
Pengarang (Ima>m al-Qushayri>) memberi judul kitab ini al-Risa>lah. Keberadaannya diarahkan pada kaum sufi, golongan
yang berkepentingan dengan tasawuf, dan para penentang ajaran tas}awu>f. Kemudian datang para pembahas dan menisbatkan al-Risa>lah pada pengarangnya sehingga kitab tersebut memperoleh
tambahan aitribut baru, yaitu al-Risa>lah al-Qushayri>yah. Maka, jadilah sebutan ini sebagai penamaan kitab
tersebut. Akibatnya, para pembaca tidak mengetahui lagi nama asli kitab yang
saat ini lazim disebut al-Risa>lah al-Qushayri>yah. Kitab al-Risa>lah al-Qushayri>yah ini disusun dengan pola sistematika pembahasan
sebagai berikut :
a. Keyakinan sufi tentang
masalah dasar-dasar tauhid. Ini sudah masuk materi pembahasan dan dinamai (bab)
Dasar-Dasar Tauhi>d menurut
kaum Sufi.
b. Para guru T}ari>qah berikut perjalanan kehidupannya dan
pendapat-pendapatnya tentang shariat. Bab ini diberinama A'lam al-Tas}awu>f, konsep-konsep tas}awu>f.
c. Penafsiran kata-kata seputar
masalah tas}awu>f dan segala sesuatu yang membentuknya.
Bab ini diberi nama Mus}t}alah al-Tas}awu>f (istilah-istilah tas}awu>f).
d. Beberapa bab yang
menjelaskan maqa>m-maqa>m religius dan penjelasannya.
e. Pasal tentang kelakuan
sufistik dan beberapa kara>mah.
Semua materi pembahasan di
sini ditertibkan secara sistematis menurut kaidah logika dan teori penulisan
buku ilmiah moderm sehingga wujud akhimya seperti berikut:
1. Pendahuluan : Dasar-Dasar Tauhi>d Menurut Kaum Sufi.
2. Pasal Pertama :
Istilah-Istilah Tas}awu>f.
3. Pasal Kedua : Penjelasan
tentang Maqa>m-maqa>m Sufi atau Hal-hal Seputar
Laku Spiritual.
4. Pasal Ketiga : Beberapa
Kelakuan dan Kara>mah.
5. Pasal Keempat :
Konsep-Konsep Tas}awu>f.
Al-Qushayri> telah memaparkan konsep-konsep tas}awu>f dengan bentuk yang lazim. Beberapa kaum sufi
yang menpraktekkan ajarannya secara benar dan umum di paparkan di pasal keempat
dengan pemaparan mengikuti urutan abjad dari julukan-julukan yang masyhur
sehingga memudahkan pembahasan.
Buku ini tidak mencantumkan
judul-judul bab dan sub bab, tetapi berpegang pada penjelasan yang disampaikan
secara sambung-menyambung dan berkelanjutan. Ini cara penyusunan buku yang
mengikuti pola lama, suatu pola penyajian yang mengundang kebosanan pembaca,
namun setelah terbit buku al-Risa>lah yang ditahqiq oleh Ma’ruf Zariq dan Abd. Hamid
Balt}aji maka dibuat suatu
batasan-batasan masalah yang terfokus pada tema tertentu. Setiap pembahasan
satu tema dirumuskan dalam beberapa
bagian terpisah yang sambung-menyambung dan integral, sehingga tercipta sebuah
buku yang ilmiah, jelas, dan tegas.
Dalam buku ini beberapa ayat
dan al-Hadi>th
Nabi yang mulia dikonkritkan dalam tulisan yang jelas. dan ditunjang bahasa buku
lebih diperjelas dan pemakaian kata-kata yang tepat.
Buku ini ditutup dengan
bahasan tentang kumpulan tempat atau referensi yang bisa dikaji ulang,
ditelusuri, dan dideteksi kebenarannya; yaitu mencakup beberapa teori,
lingkungan, tempat-tempat, negara, beberapa arah mata angin,
kelormpok-kelompok, buku dan referensi serta beberapa pembahasan tentang tokoh
tas}awu>f berikut kata-kata hikmahnya.
[1] Sebuah nama panggilan yang dinisbatkan
pada kota Naisabur atau Shabur, ibukota propinsi Khurasan yang merupakan kota
terbesar wilayah pemerintahan Islam pada abad pertengahan.
[2] Al-Qushayri>, al-Risa>lah al-Qushayri> ah, tahqiq, Ma’ruf Z., Ali A. Hamid (Jakarta, Da>r al-Khair, t.t.), 6
[5] Ibarahim Bsuni, al-Ima>m al-Qushayri> Shiratuhu, Atharuhu, Madzhabuhu
fi> al-Tas}awu>f (Mesir, Majma’
al-Buhuth al-Isla>miyah,
1972 M./1392 H. ), 29.
[6]Ibid., 30.
[7] Ibid., 30.
[8] Ali> al-Daqa>q adalah seorang ulama Naisabur terkemuka,
seorang ulama yang berakhlak mulia, Fiqhnya ber-madhab Syafi’i>, sedangka dalam bidang kalam mengikuti
aliran Ash'ariyah dan mengikuti al-Junaid dalam bidang tarekat. al-Daqa>q sangat masyhur karena ke-zuhd-annya,
beliau banyak sekali merenung dan sering kali tampak murung. Dalam al-Risa>lah al-Qushayri>yah sangat banyak pendapat beliau yang dinukil oleh
al-Qushayri>.
Lihat al-Risa>lah al-Qushayri>yah, lihat Abd Rauf al-Manawi, al Kawa>kib al-Durriyah fi> Tara>jim ash-S}u>fiyah (Mesir Da>r al-Kutb, t.t.), 98.
[9] Fatimah adalah wanita mulia, berilmu,
beradab, dan termasuk seorang ahli zuhd. Banyak Hadith yang diriwayatkan
olehnya. Lihat, al-Risa>lah al-Qushayri>yah, 8.
[12] Nama lengkapnya Abu> Bakr Muhammad bin Abu> Bakr al-T}usi (385 H./990 M.-460 H./1067 M.) kepada
ulama inilah al-Qushayri>
belajar ilmu fiqh dan hal itu terjadi pada tahun 408 H./1017 M.
[13] Nama lengkapnya Abu> Bakr Muhammad bin al-Husain bin Fura>k al-Ansha>ri al Ashbahani, meninggal tahun 406
H/1017 M. Ibn furak seorang Ima>m
dalam Ushul Fiqh, tapi al-Qushayri>
belajar ilmu kalam padanya.
[14] Nama lengkapnya adalah Abu> Isha>q Ibrahim bin Muhammad bin Mahran
al-Asfara>yini, meninggal tahun
418 H./1027 M., seorang cendikiawan fiqh dan ushul fiqh yang besar di Isfarayin,
al-Asfarain mempunyai sebuah Madrasah di Naisabur, karya-karyanya adalah kitab al-Jami’
dan al-Risa>lah, ide-idenya
banyak yang segaris dengan pemikiran Mu’tazilah, kepada ulama inilah
al-Qushayri>
belajar Ushu>luddi>n.
[15]
Nama lengkapnya adalah Abu>
Abd Rahman Muhammad bin al-Husain bin Muhammad al-Azdi al-Sula>mi al-Naisaburi (325 H./936
M.-412 H./ 1021 M.) seorang sejarawan, ulama sufi dan pengarang.
[16]
Adalah guru al-Qushayri>
dalam bidang ilmu Fiqh.
[17]
Nama lengkapnya adalah adalah Abu>
Qa>hir bin Muhammad
al-Baghdadi at-Tamimi al-Asfarayini, meninggal tahun 429 H./ 1037 M. lahir dan
besar di Baghdad tapi kemudian pindah ke Naisabur dan meninggal di Asfarayin,
seorang ulama yang menguasai Ushuluddin dan Tafsir, dan ber-madhab
Shafi’I karangan beliau sangat banyak diantaranya, Tafsir Asma>’ al-Husna>.
[18] Fudholi Zaini, Sepintas sastra
Sufi; Tokoh dan Pemikiranya (Surabaya, Risa>lah Gusti 2000 ), 51-52.
[21] Fudholi Zaini, Sepintas sastra Sufi;
Tokoh dan Pemikiranya, 53.
[22] Tajuddi>n al-Subki, T}}aba>qa>t al-S}hafi’iyah al-Kubra> (Mesir, Da>r al-Kutb al-Mis}riyah, Juz II, tt.) 269.
[23]
Ibid., al-Subki juz I, 115.
[24]
Ibrahim Basuni, al-Imam al-Qushayri>, 135.
[25]
Ibid., 135.
[26]
Ibid., 136.
[28]
al-Subki, Thabaqa>t
al-Shafi’iyah, 269.
[29]
Sultan saljuk pada waktu itu adalah Thurghulbeg yang mengikuti madhab
Figh Abu Hanifah, sedangkan Wazir kerajaan adalah seorang Mu’tazilah Rafid}ah yang bernama Abu Nashr
al-Kandari
[30]
Ibrahim Basuni., al-Imam al-Qushayri, 38.
[31]
Ibid., 38.
[32]
al-Qushayri>, al-Risalah,
9.
[34]
Ibrahim Basuni., al-Imam al-Qushayri, 50.
[35]
Ibid., 234-245.
[37] Dalm kitab ini dipaparkan 40 Hadith Nabi
yang didengar langsung dari gurunya, al-Daqaq, dengan sanad yang muttas}il.
[38] Kitab ini adalah kitab pertama yang
disususn oleh al-Qushayri>
pada tahun 410 H./ 1019 M. Tiga ulama besar yaitu Ibn Khalikan,Tajuddi
al-Subki, dan al-Suyu>ti>, mengatakan bahwa kitab ini adalah kitab
Tafsir paling bagus dan jelas, Ibrahim Basuni, al-Imam al-Qushayri, 263.
[39] Disusun tahun 438 H./1046 M dan akan
dibahas pada bab empat dari penelitian ini.
[40] Sebuah artikel yang memuat pendapat
beliau dalam mempertahankan kebenaran Madhab Ash’ari. Al-Risa>lah, tahqiq, 12.
[41] Merupakan kitab Tafsir sufistik tentang
ayat-ayat hakikat dan ma’rifat yang diambil dari beberapa ayat
al-Quran pilihan. Tafsir ini disebut jusa tafsir Ishari disusun tahun
410 H./ 1019 M. Proses editingnya oleh Ibrahin Basuni dan diterbitkan di Kairo
tahun 1917 M. Ibrahim Basuni, al-Ima>m al-Qushayri>yah: Siratuhu Atsaruhu Madzhabuhu lihat juga Fudholi Zaini, Sepintas sastra
Sufi; Tokoh dan Pemikiranya, 64-65.
[42]
Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan judul : Kisah & Hikmah Mikraj Rasulullah, Penerjemah :
Dr. Abad Badruzzaman, Lc Penerbit : Serambi,
Jakarta Cetakan : I, 2007 Tebal : 187 halaman.Buku ini cukup menarik untuk menjadi
bahan telaah bagi banyak pihak. Sebab, selain berisi uraian cukup lengkap
tentang peristiwa Isra’ Mikraj Nabi SAW., buku ini juga banyak
menyelipkan serpihan-serpihan hikmah yang sangat penting yang terdapat dibalik Isra’
Mikraj tersebut. Selain itu, buku
ini juga menyajikan kisah mikrajnya Abu Yazid al-Busthami. Menurutnya, semua
umat Islam memiliki peluang untuk melakukan Isra’ Mikraj. Tentu dengan
bentuk yang berbeda dengan Mikraj yang dialami Nabi, sebab, bagi
al-Qushayri>,
Mikraj (perjalanan vertikal) sejatinya merupakan perjalanan ruhani
seseorang menuju Allah. Bukan hanya itu, buku ini juga memaparkan bentuk mikraj-nya
beberapa Nabi yang lain serta beberapa wali.
[44]
Fudholi Zaini, Sepintas, 57.
[45] Al-Yasu’I,
al-Munji>d
(Beirut: al-Kaththulukiyah, 1969 M.), 132.
[46] Ma’ruf
Zariq, tahqiq Risa>lah Al-Qushayri>yah (Mesir, Musthofa Baby al-Halaby, 1379 H./ 1959
M.), 45.
[47] Ibid.
[48]
Ibid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar