IMMANUEL KANT
A. Pendahuluan
Sejarah
filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut
dominasi mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang akal menang mutlak,
begitu sebaliknya, iman yang keluar sebagai pemenangnya, tapi apabila
keduanya mendominasi hidup manusia secara sempurna, maka manusia akan
hidup dengan bahagia inilah konsep kaum sofis. Namun dalam hal ini
setidaknya ada tiga filosof yang berhasil menghentikan pemikiran sofisme
dan mendudukan akal dan iman pada porsinya.
Descartes adalah
filosof yang berhasil menghentikan domenasi iman (kristen) dan
menghargai kembali akal, dan Kant yang berhasil menghentikan sofisme
modern untuk mendudukan kembali akal dan iman pada porsinya
masing-masing, dalam kerangka inilah, agaknya, Kant mendapat tempat yang
lebih lumayan dalam sejarah filsafat.
Situasi pemikiran yang
dihadapi Kant, sekalipun sama dengan situasi yang dihadapi socrates pada
esensinya, benar-benar mencapai tititk kritis. Yaitu menentukan
eksistensi manusia dan kemanusiaan. Karena itulah mungkin argumen yang
diajukan oleh Kant jauh lebih rumit dari pada argumen yang diajukan oleh
socrates, argumen-argumen ini dimuat dalam bukunya yang berjudul, “Critigue of Pure Reason” dan “ Critigue of Practical Reason” .
Critigue
adalah buku yang sangat penting dalam literatur Jerman, sehingga
menurut Hegel untuk menjadi filosof maka seseorang harus menjadi
pengikut Kant.
B. Pembahasan Tentang Akal Murni
Kant
lahir pada tahun 1724 M. Di kota Konigsberg,[2] Ia tidak pernah
meninggalkan desanya kecuali pada beberapa waktu untuk memberikan kuliah
di desa tetangganya, Kant hidup pada masa Frederic dan Voltaire, hal
ini tidak dapat menghindarkan dirinya dari amukan skeptisisme zaman itu,
Kant banyak dipengaruhi oleh para tokoh pemikir yang kelak banyak
ditolaknya, dan barang kali pengaruh yang terbesar datang dari Hume[3].
Pada
tahun 1755 Kant memulai karernya sebagai dosen swasta di Universitas
Konigsberg. Kemudian ia meninggalkan kedudukannya itu setelah lima belas
tahun, dua kali lamaranya sebagai guru besar ditolak sehingga pada
tahun 1770, ia diangkat sebagai Profesor logika dan metafiska. Kant
menyelesaikan proyek bukunya (Critigue of Pure Reason)selama
lima belas tahun pada tahun 1781 tatkala ia berusia lima puluh tujuh
tahun, belum pernah ada orang yang matangselambat itu dan belum pernah
ada buku yang sehebat itu dalam mengguncang dunia pemikiran.[4]
Critigue of Pure Reason, pada
dasarnya buku yang ditulis untuk membela sains dari serangan
skeptisisme, dan ini adalah misi Kant yang pertama. Buku ini berisi
argumen yang panjang bahwa sains dapat dipercaya bila memenuhi syarat.
Kant mengatakan bahwa teori sains dapat dipercaya bila teori itu
mempunyai dasar a priori.
Kata sering menimbulkan salah paham, karena critigue tidak sama dengan kritik (Critism). Critigue
yan dimaksud oleh Kant pembahasan kritis dalam pembahasannya Kant
mengataakan bahwa akal murni itu terbatas, sdangkan yang dimaksud akal
murni ialah akal yang bekerja secara logis, katakanlah, akal yang ada di
kepala, Kant meletakkan akal murni di atas akal yang tidak murni yaitu
indera. Sedangkan Pure Reason itu yang menghasilkan pengetahuan
yang tidak melalui indera, atau bebas dari penginderaan. Lalu bagaimana
cara memperoleh pengetahuan itu?, menurut Kant pengetahuan yang
diperoleh melalui akal murni berasal dari watak dan struktur jiwa kita
yang inheren[5].
Kita ingat John Lock, yang mengatakan bahwa
seluruh pengetahuan berasal dari pengalaman[6], jadi tidak ada lagi
pengetahuan yang lewat jalan lain. Pada hal menurut Kant pengetahuan
tidak seluruhnya masuk lewat indera.[7]
Konsekwensi pendapat Lock, mudah ditebak. Teori Tabula Rasa
adalah salah satu dari teori itu, akan tetapi, Hume, ternyata
memperkuat Lock. Menurut Hume Jiwa tidak ada, dan sainspun sebenarnya
tidak dapat dipegang, dan tidak ada jaminan bahwa sains itu benar,
karena jiwa hanya berisi idea-idea dalam bentuk proses dan
hubungan-hubungan, ini berarti tidak ada kepastian, yang ada hanya
kemungkinan, sehingga hal ini cukup berbahaya untuk dipegang.[8] Konlusi
yang salah ini menurut Kant merupakan hasil dari premis-premis yang
keliru karena mengira seluruh pengetahuan berasal dari peginderaan yang
terpisah-pisah.
Menurut Kant pengetahuan yang mutlak benarnya
memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera.
Akan tatapi bila pengetahuan itu datang dari luar indera, melalui akal
murni yang tidak tergantung lewat pengalaman, bahkan tidak tergantung
pada indera yang kebenarannya a priori, maka kebenaran itu ada sedangkan pengetahuan yang pasti dan lewat pengalaman adalah pengetahuan matematika.[9]
Kant
mempertanyakan dari manakah kita memperoleh pengetahuan itu? Jawabnya
adalah bukan dari pengalaman karena pengalaman memberikan sensasi yang
sepotong-sepotong yang dapat merubah urutan dan kekuatan kebenaran pada
masa depan. Kebenaran a priori itulah kebenaran umum. Dan bagaiman kepastian diperoleh? Jawabnya adalah dari struktur jiwa kita yang inheren.
C. Bentuk-Bentuk Pengetahuan
Akal
mempunyai bentuk-bentuk untuk mengalami, memahami, dan berfikir
sedangkan pengetahuan selalu terdapat dalam bentu-bentuk itu. Karena
manusia mempunyai pengetahuan dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk ini
dan pengertian-pengetian akal, dan karena bentuk serta pengertian ini
harus ada sebelum mendapat pengetahuan, maka Kant menamainya a priori.
Seperti halnya suatu gelas tentu mempunyai bentuk untuk dapat menampung air, maka demikian juga akal mempunyai bentuk yaitu a priori untuk memahami
yang memungkinkannya memperoleh pengetahuan, bahkan akal mempunyai
cara-cara tertetu yang dengan cara itu akal dapat memikirkan dan
menyusun kenyataan.
Kant membedakan empat macam pengetahuan yang ia golongkan sebagai berikut:[10]
- Yang Analitis a Priori
- Yang Sintesis a Priori
- Yang Analitis a Posteriori
- Yang Sintesis a Posteriori
a Priori adalah pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman atau yang ada sebelum pengalaman, sedangkan pengetahuan a posteriori
terjadi sebagai akibat pengalaman, pengetahuan analitik adalah
merupakan hasil analisa dan pengetahuan sistesis adalah hasil keadaan
yang mempersatukan dua hal yang biasanya terpisah. Pengetahuan yang
dihasilkan oleh analisa terhadap unsur-unsur yang a priori disebut pengetahuan analitis a periori,
misalnya kita mengetahui bahwa semua benda berinteraksi tersirat di
dalam definisi terntang benda. Suatu benda bukanlah benda jika tiada
berinteraksi.[11]
Pengetahuan sintesis a priori
dihasilkan oleh penyelidikan akal terhadap bentuk-bentuk pengalamannya
sendiri dan mengabungkan unsur-unsur yang tidak saling bertunpu.
Misalnya, 7 + 5 = 12 merupakan pengetahuan pasti, Kant yakin bahwa
sebagian besasr pengetahuan matematika semacam itu. Contoh kedua adalah
proposisi yang menyatakan bahwa setiap kejadian mempunyai sebab,
sesungguhnya Kant mengira banyak dari pengetahuan metafisika bersifat
semacam ini.[12]
Pengtahuan Sintesis a Posteriori diperoleh setelah ada pengalaman, pengetahuan ini adalah bentuk pengetahuan empiris yang lazim.
Kant membuat uraian lebih lanjut tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri (das Ding an sich)
merangsang alat indera kita dan diterima oleh akal kita dalam
bentuk-bentuk pengalaman, dihubungkan sesuai dengan kategori-kaeagori
pengalaman, dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena
itu kita tidak dapat mempunyai pengetahuan tentang suatu barang seperti
keadaannya sendiri, melainkan hanya sesuatu yang tampak pada kita saja,
yaitu pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi
Kant, para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, walau kebenarannya hanya
sebagian saja. Tetapi para pengikut rasionalisme jusa benar karena akal
memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap sesuatu serta pengalaman
D. Gagasan Ruang dan Waktu
Kant
mengatakan bahwa gagasan mengenai ruang dan waktu haruslah diandaikan
adanya terlebih dahulu dibandingkan dengan segenap pengalaman manusia.
Kita tidak akan dapat pempunyai pengalaman yang mendahului gagasan
mengenai ruang, karena dalam hal ini kita harus menunjuk suatu ruang
yang berada diluar kita, dan makna yang dikandung oleh kata “di luar”
sudah mengambarka suatu gagasan mengenai ruang, karenanya agar kita
tidak mengalami ruang, maka sebelumnya sudah terandaikan adanya
ruang.[13]
Selanjutnya kita bayangkan obyek-obyek yang sama sekali
tidak mempunyai hubungan spesial. Artinya, cobalah bayangkan apakah
mungkin kita memahami suatu obyek tanpa adanya ruang.
Ruang tidak dapat diketahui semata-mata hanya melalui pengalaman, menurut Kant ruang merupakan pengertian a priori
dan tidak mungkin dijabarkan dari pengalaman inderawi, karena setiap
pengalaman semacam itu sudah mengandaikan adanya ruang. Suatu pengertia
yang bersifat a priori ialah pengertian yang adanya lebih dahulu dibandingkan dengan pengalaman.[14]
Keterangan
yang sama juga berlaku untuk waktu, waktu bukanlah suatu pengertian
empiris yang dijabarkan dari pengalaman melalui proses abstraksi. Baik
ruang maupun waktu adanya lebih dahulu dibandingkan dengan
pengalaman[15]. Dalam kenyataannya, tanpa ruang dan waktu, apa yang
dinamakan pengalaman tidak mengandung makna, karena sesungguhnya ruang
dan waktu adalah bentuk yang di dalamnya kita bisa menerima kesan
inderawi.
Untuk mudahnya dapatlah dikatakan akal dalam kegiatanya
memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap kesan-kesan yang
diperolehnya melalui kegiatan yang dilakukan alat inderawi. Menurut Kant
ruang dan waktu merupakan bentuk yang dimiliki oleh segenap
gejala-gejala yang dapat ditangkap secara inderawi, hanya karena adanya
bentuk itulah kita dapat menggambarkan dalam diri kita obyek-obyek yang
di luar diri kita.[16]
E. Penutup
Hendaknya
perlu diperhatikan menurut Kant ruang dan waktu bersifat subyektif,
dalam arti kedua hal ini berada dalam diri manusia, tetapi dapat juga
dikatakan obyektif, dalam arti kedua hal ini tidak dapat dirubah dan
berlaku bagi semua obyek yang sekiranya dapat tampil untuk ditangkap
oleh alat-alat inderawi kita. Apa saja yang tampil seperti itu niscaya
cocok dengan pola dasar ruang dan sesuai dengan hakikat waktu. Dengan
cara mendagului pengalaman, ruang dan waktu mempunyai prinsip-prinsip
yang menghubungkan hal satu dengan hal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kattsoff O, Louis. Elements of philosophy (St. Louis Educational Publiser, 1953 )
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001)
Durrant, Will The Story of Philosophy (New York: Simon and Schuter, Inc. 1959)
Solomon C.Robert, Introducing Philosophy (New York, Harcoun Brace Jovanonic, 1981)
Sill, David International Encyclopedia of the Social Sciens, Vol 7 (New York, The Macmillan Company 1972)
K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (yogyakarta, Kanisius, 1975) .
Edward, Paul, The Encyclopedia of Philosophy, (New York, The Macmillan Publishing Co.1967)
Durrant, Will, The Story of Philosophy (New York, Simon and Schuster,Inc.1959)
[1] Dipresentasikan pada mata kuliah Filsafat Barat Dr. H. Abdullah Khozin Afandi, Pascasarjana IAIN Surabaya, 2007.
[2]. Louis O. Kattsoff, Elements of philosophy (St. Louis Educational Publiser, 1953 ) 77.
[3]Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) 156 .
[4] Will Durrant, The Story of Philosophy (New York: Simon and Schuter, Inc. 1959) 261-264.
[5] Ibid. 265.
[6] Robert C. Solomon, Introducing Philosophy (New York, Harcoun Brace Jovanonic, 1981) 108.
[7] Loc. Cit. 265.
[8] Durrant, 265.
[9] Ibid. 266.
[10] Louis O. Kattsoff, Elements of philosophy (St. Louis Educational Publiser, 1953 ) 139.
[11] Ahmad Tafsir, Filsafat Umum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001) 160.
[12] Louis O. Kattsoff, Elements of philosophy (St. Louis Educational Publiser, 1953 ) 140.
[13] David Sill, International Encyclopedia of the Social Sciens, Vol 7 (New York, The Macmillan Company 1972) 347.
[14] Ibid. 348
[15] K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, (yogyakarta, Kanisius, 1975) 76.
[16] Edward, Paul, The Encyclopedia of Philosophy, (New York, The Macmillan Publishing Co.1967) 54.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar